Berapa banyak kegagalan guru yang membantu siswanya bermasalah selama ini? Siswa yang terus diajak berdiskusi karena problemnya belum terselesaikan justru membebani siswa bersangkutan.
Siswa butuh segera keluar dari problem yang membelitnya. Memanggil siswa termaksud berkali-kali karena guru memandang bahwa siswa terus membuat masalah merupakan kesalahan guru dalam bersikap.
Sebab, seharusnya cukup bagi guru menemukan akar persoalan siswa. Tanpa perlu berulang-ulang memanggil siswa. Ini yang baik, sebagai prestasi guru yang harus diapresiasi.
Sebab, tak sedikit guru yang belum menemukan akar persoalan siswa yang bermasalah, tetiba berusaha membantu siswa menyelesaikannya.
Tak mungkin siswa yang memiliki problem tertangani dengan baik jika akar persoalan belum ketemu. Akar siswa bermasalah, jika kita mau jujur, seperti sudah disebutkan tersirat di atas, Â (maaf!) selalu bersumber dari keluarga.
Maka, sasaran guru dalam menangani siswa bermasalah bukan fokus terhadap siswa, dengan cara siswa terus dipanggil untuk bertemu guru.
Tapi, guru harus mengalihkan konsentrasi, dengan cara mengundang orangtua/wali siswa yang anaknya sedang mengalami persoalan. Sebab, rasanya tak mungkin siswa memiliki persoalan, tanpa ada persoalan di dalam keluarga.
Memang, tugas dan fungsi guru akhirnya lebih meluas. Tapi, hal ini penting dilakukan oleh guru. Sebab, betapa tak beruntungnya guru ketika bermaksud menangani siswa yang memiliki problem, tapi kurang tuntas. Bahkan, tak tuntas, malah siswa menjadi terkesan semakin bermasalah.
Agar waktu dapat termanfaatkan lebih baik, guru (baca: sekolah) tak mengundang orangtua/wali siswa  satu per satu. Tak perlu. Tapi, mengundangnya secara kolektif alias bersama-sama.
Tentu langkah ini diawali dulu dengan langkah sebelumnya. Yaitu, Â sekolah perlu mengidentifikasi siswa yang bermasalah. Boleh dikelompokkan berdasarkan sederhana dan rumitnya problem, atau ringan dan beratnya persoalan.