Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kemah LDK Dewan Galang, Anak Belajar Nilai Kehidupan

11 Juli 2024   15:20 Diperbarui: 11 Juli 2024   23:42 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi 1: Peserta Kemah LDK Degal SMP 1 Jati sedang memasang tenda di lokasi perkemahan Wonosoco, Undaan, Kudus, Jawa Tengah. (Dokumentasi pribadi)

Masa libur, yang lebih kurang satu bulan, bagi anak-anak, dinikmati tak sama satu anak dengan anak yang lain. Ada anak-anak yang melaksanakan kegiatan sekolah.

Salah satunya dilakukan oleh sebagian siswa kami, SMP 1 Jati, Kudus, Jawa Tengah (Jateng), meski hanya dua hari. Yaitu Kemah Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK).

Kegiatan ini diikuti oleh sebagian siswa Kelas 7 yang naik ke Kelas 8 (yang selanjutnya disebut Kelas 8). Sebagian siswa Kelas 8 yang naik ke Kelas 9 (yang selanjutnya disebut Kelas 9).

Siswa Kelas 9 sebagai panitia. Sedangkan, siswa Kelas 8 sebagai peserta. Sebab, Kemah Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) ini diperuntukkan bagi siswa Kelas 8 yang akan dilantik menjadi Dewan Galang (Degal).

Degal merupakan elemen dalam Pramuka penggalang, yang memiliki peran penting. Sebab, Degal menjadi penggerak kegiatan kepramukaan penggalang di sekolah. Ada kegiatan apa pun terkait dengan kepramukaan penggalang di sekolah tempat saya mengajar, Degal sebagai penggeraknya, yaitu perancang dan pelaksananya.

Mereka berangkat ke lokasi kemah, yang berjarak lebih kurang 25 kilometer dari lokasi sekolah, dengan menaiki truk terbuka. Tapi, mereka terlihat riang gembira meskipun posisi mereka berdiri. Dua truk terbuka untuk mereka.

Satu truk untuk siswa putri. Dan, satu truk untuk siswa putra. Jumlah siswa putra lebih sedikit ketimbang siswa putri sehingga truk siswa putra dapat juga dimuati barang-barang untuk kemah.

Dalam truk, mereka tak dapat memilih-pilih teman. Dengan siapa pun, baik dengan yang belum akrab maupun yang sudah akrab, mereka harus bersikap sama.

Hal demikian mengajarkan bagi mereka tentang hidup bersama harus dapat saling menerima dan menghargai. Bahkan, saling membantu.

Ilustrasi 2: Persiapan berangkat menaiki truk bak terbuka. (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi 2: Persiapan berangkat menaiki truk bak terbuka. (Dokumentasi pribadi)

Sebab, selama perjalanan dalam posisi berdiri bukan mustahil tubuh mereka bergoyang-goyang. Bisa-bisa nyaris roboh, saat misalnya, truk direm mendadak, naik atau turun, atau berbelok.

Dalam kondisi seperti ini, mereka sudah pasti saling berpegangan dan saling menjaga agar mereka tak jatuh. Saya memang tak mengikuti perjalanan mereka. Tapi, saya dapat merasakannya sebab sewaktu saya masih seusia mereka juga pernah melakukan hal yang sama, bahkan beberapa kali menaiki truk bersama saat kemah.

Sehingga, saya percaya canda ria bersama pun dialaminya dalam kondisi ini, seperti yang pernah saya alami. Dan, justru ini dapat menjadi hiburan yang menyegarkan. Sebab, ini pengalaman yang ngeri-ngeri menyenangkan.

Tentu saja tak sepanjang perjalanan mereka mengalami keadaan yang ngeri-ngeri menyenangkan. Ada saatnya juga dalam perjalanan, mereka dapat menikmati dengan riang view yang dijumpai.

Apalagi lokasi untuk perkemahannya berada di alam pedesaan, tentu banyak view baru yang dapat mereka jumpai.

Pengalaman ini setidaknya membangun rasa syukur mereka terhadap Tuhan. Sebab, mereka dapat melihat pemandangan desa yang hijau, segar, dan sawah serta ladang menghampar luas, yang jarang mereka jumpai.

Mereka juga melihat petani yang bekerja di sawah dan ladang. Dan, yang tak terlewati adalah mereka pun bisa melihat orang-orang desa beraktivitas. Ini boleh jadi hal yang baru bagi mereka.

Ya, sekalipun sekolah kami berada di desa, tapi pemandangan desanya berbeda dengan alam pedesaan lokasi tempat berkemah. Karena, di desa lokasi sekolah kami merupakan desa industri, bukan desa agraris.

Jadi, sudah pasti sebagian besar siswa kurang mengenal alam desa yang sungguh-sungguh desa, yang masih alami. Sehingga, yang muncul dalam bayangan saya adalah mereka sangat menyukainya karena menjumpai hal yang berbeda.

Dan, saya menemukan kesukacitaan ini dalam diri mereka saat saya berada di lokasi perkemahan. Tak ada yang mengeluh. Mereka terlihat riang gembira. Juga tak ada yang sakit. Mereka dalam kondisi yang sehat-segar-bugar.

Bahkan, dalam proses pendirian tenda, mereka melakukannya dengan penuh semangat. Di dalamnya saya melihat mereka belajar banyak hal. Tak hanya bekerja sama alias gotong royong, yang memang umumnya demikian saat berkemah.

Tapi, saya menjumpai mereka menjadi lebih berpikir kreatif dan cekatan. Salah satunya adalah saat memasang pasak agar tenda dapat berdiri, mereka menggunakan batu untuk memalu pasak agar tertancap ke dalam tanah.

Ilustrasi 3: Menancapkan pasak untuk pendirian tenda dengan memanfaatkan batu yang mudah ditemukan di lokasi perkemahan. (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi 3: Menancapkan pasak untuk pendirian tenda dengan memanfaatkan batu yang mudah ditemukan di lokasi perkemahan. (Dokumentasi pribadi)

Tak ada palu, batu hitam pun dapat dimanfaatkannya. Ini sepertinya sederhana. Tapi, sebagai sebuah pembelajaran, di dalam diri anak terkandung semangat menemukan solusi atas persoalan yang mereka hadapi. Tak perlu merepotkan anak lain, bahkan guru pembina, untuk mengatasinya.

Mereka dapat mengatasi persoalan sesuai dengan konteks alam mereka berada. Dan, memang, tak semua anak dapat mengerti hal ini. Sebab, saya juga melihat ada anak kurang tepat memilih solusi.

Misalnya, di kelompok lain yang juga sedang mendirikan tenda, saat menancapkan pasak menggunakan batu kapur, yang ketika dipukul-pukulkan batu kapur tersebut pecah. Tapi, dari tragedi ini, anak akhirnya mengetahui cara terbaik setelah melihat anak di kelompok lain sudah menyelesaikan problem menancapkan pasak.

Proses-proses sederhana, yang sering tak dijumpai di sekolah, yang justru memperkaya ilmu mereka untuk menghadapi kehidupan nyata. Sebab, hal-hal praktis seperti ini yang akan mereka hadapi dalam kehidupan.

Anak tak pantang menyerah. Mereka selalu mencari cara untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Termasuk juga, misalnya, saya menjumpai anak yang membawa barang agar lebih mudah dan ringan.

Dua anak membawa barang dengan cara bergotong royong dengan memanfaatkan tongkat. Caranya, beberapa barang diangkat dengan digantungkan di tongkat, yang kedua ujung tongkat menjadi titik angkat oleh kedua anak termaksud. Dengan begitu, beberapa barang dapat terangkat sekali dan lebih ringan. Sederhana bukan?

Sayang, hal-hal sederhana yang sangat merangsang pikiran dan perasaan untuk lebih membentuk sikap dan kepribadian positif anak seperti ini tak selalu dapat dilakukan pada setiap momen.

Dalam momen Kemah LDK Degal, ternyata ada banyak nilai kehidupan yang dapat dialami anak. Artinya, tak hanya seperti yang sudah disebutkan di atas. Sebab, aktivitas dalam Kemah LDK banyak melibatkan peran anak. Bahkan, jika boleh disebut, anak sebagai aktor utama di dalamnya.

Setelah pendirian tenda, misalnya, mereka harus mengoordinasikan dalam regu atau kelompok untuk terlibat dalam berbagai aktivitas. Berbagi tempat pada waktu tidur, membuat jadwal saat mandi, menjaga kerapian dan kebersihan tenda baik luar maupun dalam, piket keamanan, serta bertanggung jawab mengerjakan tugas yang ada.

Maka, dengan adanya kebijakan baru tentang Pramuka yang tak lagi menjadi ekstrakurikuler wajib di sekolah, semoga anak-anak tak berkurang gairah dalam ber-Pramuka. Sebab, sekalipun Pramuka tak ekstrakurikuler wajib, tapi masih diwajibkan ada sebagai ekstrakurikuler di sekolah.

Ya, karena tak lagi ada ikatan yang lebih kuat seperti ketika Pramuka masih menjadi ekstrakurikuler wajib, guru harus sepandai mungkin menjadikan Pramuka ekstrakurikuler yang sangat menarik.

Sebab, melalui Pramuka, di antaranya dalam aktivitas kemah, banyak nilai kehidupan yang dapat ditanamkan kepada anak sejak dini. Sekalipun kemah tak harus dikaitkan dengan Pramuka, tapi umumnya aktivitas kemah diadakan dalam kepramukaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun