Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Anak Jalanan, Potret Pendidikan yang Masih Perlu Diperjuangkan

16 Juni 2024   17:24 Diperbarui: 17 Juni 2024   02:39 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Anak-anak jalanan di salah satu persimpangan traffic light, Jalan Ahmad Yani, Kudus, Jawa Tengah. (Dokumentasi pribadi)

Di daerah tempat saya tinggal, orang masih mudah menjumpai anak jalanan. Mulai kanak-kanak hingga remaja.

Ini tak mengikutkan kelompok dewasa. Sebab, kelompok dewasa sekalipun ada yang "dewasa jalanan" tak menjadi pokok tulisan ini.

Kelompok anak ada yang mengamen. Ada juga yang meminta-minta. Mereka beraksi di persimpangan-persimpangan jalan, umumnya di persimpangan traffic light. Sebab, di lokasi ini, pasti ada saat pengendara berhenti memenuhi perintah lampu merah.

Saat inilah, mereka langsung menyerbu pengendara, baik motor maupun mobil. Anak yang meminta-minta sekadar menengadahkan tangannya ke sasaran. Sementara itu, anak yang mengamen, menyanyi sebisanya sembari mendekatkan wadah ke sasaran.

Ada yang mengamen hanya dengan tepuk tangan dibarengi menyanyi. Ada juga yang memanfaatkan musik-musikan buatan sendiri dari tutup botol, cukup dikecrek-kecrekkan, sembari menyanyi. Tapi, ada juga yang menggunakan alat musik betulan, misalnya, ukulele yang diikuti dengan menyanyi.

Yang disebutkan terakhir aksinya sudah termasuk lumayan enak dinikmati. Sebab, umumnya, vokalnya sesuai dengan nada petikan kencrung. Sekalipun tak semua begitu. Sebab, ada juga kelompok anak yang menyanyinya fals.

Anak-anak yang mengamen biasanya sendirian. Tapi, lebih sering berkelompok, sekurang-kurangnya berdua. Satunya ikut menyanyi sambil mengedarkan wadah ke hadapan sasaran.

Berjalan dari pengendara paling depan, kemudian urut hingga ke belakang. Sementara yang memainkan musik berada pada posisi yang tetap, sekalipun di tengah-tengah jalan.

Yang terjadi di persimpangan jalan yang ramai, biasanya pengamen belum sampai ke pengendara yang paling belakang, lampu sudah berubah warna hijau. Hal ini memaksa mereka harus segera minggir. Karena, pengendara melanjutkan perjalanan.

Pengendara ada yang memberi, ada juga yang tak memberi. Kalau ada pengendara yang mengajak anak, lebih-lebih yang masih kanak-kanak, biasanya si anak diberi uang, entah lembar entah keping, oleh orangtuanya untuk mengasihkannya kepada pengamen atau pengemis.

Anak jalanan yang beraksi di persimpangan jalan, umumnya tetap. Yaitu, kelompok anak yang sama dari hari ke hari. Kelompok remaja tak dibersamai oleh orangtuanya. Tak ada yang mengawasi. Ada yang sama laki-lakinya. Tapi, ada juga yang campuran, yaitu laki-laki dan wanita.

Kelompok kanak-kanak biasanya dibersamai oleh orangtua, entah orangtuanya sendiri entah tidak. Hanya, orangtua yang membersamai biasanya berada di kejauhan. Tak berada dekat dengan mereka.

Tapi, kadang-kadang tampak (juga) dekat dengan mereka. Bahkan, menyuruh mereka untuk beraksi saat lampu merah menyala. Dan, kanak-kanak tersebut menurut saja.

Begitulah pemandangan sosial yang dapat dilihat di persimpangan-persimpangan traffic light, seperti yang dapat dijumpai di persimpangan-persimpangan traffic light di daerah tempat saya tinggal. Di daerah Anda, bagaimana?

Anak-anak jalanan ini, selain beraksi pada sore, juga beraksi dalam waktu yang bersamaan dengan anak-anak seusianya masih belajar. Saat anak-anak lain bersenang-senang belajar di sekolah, mereka sudah bergelut dengan debu, asap kendaraan, panas atau hujan di keramaian jalanan.

Bahkan, tak jarang juga hingga malam mereka masih "bekerja". Saat anak-anak yang lain seusianya sudah istirahat dalam kehangatan keluarga, mereka masih di luar dalam dingin malam.

Hidup mereka seakan berada di luar rumah. Siang hingga malam. Mereka tak memiliki waktu untuk belajar seperti anak-anak (rumahan) pada umumnya.

Meskipun barangkali mereka ada yang mengikuti pendidikan kejar paket, misalnya, atau pendidikan ala komunitas yang difasilitasi oleh komunitas-komunitas sosial di masyarakat, tetap saja mereka tak memperoleh hak belajarnya secara baik.

Anak-anak yang seharusnya memiliki waktu khusus untuk mengenyam pendidikan dalam kelangsungan hidupnya, justru dalam kondisi yang sebaliknya. Mereka harus "bekerja" di jalanan, entah dibersamai oleh orangtua, entah sendirian.

Dalam semua ini menggambarkan bahwa pendidikan ternyata masih perlu diperjuangkan. Pendidikan belum berhasil menyediakan ruang bagi anak-anak jalanan betah belajar.

Kekuatan pendidikan untuk merengkuh anak-anak jalanan belum sekuat kekuatan keinginan (atau, baca: kebutuhan) mereka untuk "bekerja". Tampaknya, mereka lebih dapat menikmati "bekerja" di jalanan daripada belajar dalam mempersiapkan diri untuk hidup lebih layak.

Bukannya pemerintah tak mengusahakan pendidikan untuk mereka. Tentu saja sudah. Sudah menjadi program, terkait dengan pembangunan manusia. Tapi, pendidikan yang disediakan oleh pemerintah belum mampu membuat mereka berhenti "bekerja", juga "belajar", dan bermain di jalanan.

Kurikulum yang sudah berkali-kali ganti, yang tentu saja disesuaikan dengan perkembangan zaman, hingga kini, tetap belum mampu menyediakan ruang bagi mereka mau belajar. Termasuk telah disediakannya Kurikulum Merdeka, pun kurang berefek belajar bagi mereka.

Buktinya, tetap saja mereka sepanjang hari berada di persimpangan-persimpangan traffic light. Sepertinya, di daerah saya bertempat tinggal, semakin hari semakin bertambah jumlahnya, lebih-lebih yang kelompok anak. Di daerah Anda bagaimana?

Jadi, pekerjaan rumah bagi kita yang tergolong berat sebenarnya adalah menyediakan ruang pendidikan yang tepat bagi mereka.

Jika ruang pendidikan yang tersedia tak membuat mereka betah belajar, daerah kita, khususnya yang di pusat-pusat kota, akan kehilangan kemenarikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun