Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Saat Melihat Anak Memotong Kuku Ayahnya, Kutemukan Kebahagiaan

11 Juni 2024   21:41 Diperbarui: 11 Juni 2024   22:03 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Si anak sedang memotong kuku sang ayah. (Dokumentasi pribadi)

Tapi, pertanyaan-pertanyaan yang cepat muncul di pikiran saya, ditambah dengan fakta yang saya lihat langsung, mendorong saya segera menemui anaknya laki-laki.

Saya bertemu dan membisikkan saran untuk memotong kuku ayahnya. Tanpa waktu lama, ia datang sembari membawa alat pemotong kuku. Dan, langsung duduk lesehan di depan ayahnya yang duduk di kursi.

Dalam memotong kuku, baik kuku tangan maupun kaki, ayahnya tak mungkin bisa. Sebab, ayahnya strok. Tapi, masih dapat berjalan sekalipun harus menggunakan tongkat. Tak jauh-jauh. Cukup di dalam atau di teras rumah.

Kebetulan saat saya berkunjung, ia sedang duduk di kursi di teras rumah. Sendirian. Ini dilakukan tentu  untuk mendapatkan udara segar dan pemandangan luar.

Sebab, sudah pasti ia mengalami titik jenuh di dalam rumah.  Hal yang tentu akan sama dialami oleh banyak orang yang berlama-lama di dalam rumah. Sesak. Jenuh. Bosan. Dan, ingin mendapat kebebasan di luar.

Saya merasa bahagia saat melihat si anak memotong kuku sang ayah sambil lesehan di lantai. Awalnya memotong kuku kaki. Selanjutnya,  kuku tangan. Entah sudah berapa lama umur kuku kaki yang panjang-panjang ini.

Dipotongnya satu per satu kuku yang panjang-panjang itu. Dengan sabar. Sesekali ayahnya meringis. Mungkin ada bagian ujung alat pemotong kuku mengenai kulitnya.

Tapi, pada momen ini justru saya melihat ada cinta, perhatian, dan kasih sayang yang terpancar. Sebab, sekalipun meringis, tapi selanjutnya diikuti tertawa, baik si anak maupun  sang ayah. Dan, saya pun tetiba  turut tertawa juga.

Bahkan, tak hanya tertawa. Melainkan sesekali bersitatap mata antarkeduanya dengan raut wajah yang ringan. Saya melihatnya dan mencoba memaknai bahwa mereka sedang dalam suasana yang bahagia.

Apalagi sang ayah. Ia tampak sangat  bahagia. Sekalipun sesekali meringis, tapi kemudian diketahui bahwa kuku-kuku panjang di ujung jari tangan dan kakinya sudah tak ada. Sudah tertata rapi.

Yang, saya yakini ia akan memotongnya sendiri jika ia dapat memotongnya. Tak mungkin membiarkannya hingga panjang. Tapi, seperti sudah disebutkan di atas, tak mungkin dilakukannya. Sebab, tangan kanannya tak memiliki daya untuk bergerak lebih daripada yang dapat dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun