Karenanya, kesabaran dan pengendalian diri sangat dibutuhkan dalam hal ini. Jika tak ada keduanya, kesabaran dan pengendalian diri, atau salah satunya (saja) dapat dipastikan kasus tersebut tak terselesaikan. Berlalu begitu saja. Seperti tak pernah terjadi apa-apa. Dan, hal demikian sangat keliru. Persoalan sekecil atau sesederhana apa pun harus dituntaskan. Pun, siswa diajak bersama untuk menuntaskan. Dimulai dari siswa diajak mempercakapkan alasan terjadinya problem ini, yang sangat mungkin akhirnya diketahui melibatkan banyak siswa. Tak masalah. Semua siswa yang dimungkinkan terlibat harus tetap dihargai.
Mereka diajak untuk berpikir dengan benar. Terjadinya sesuatu pasti ada penyebabnya. Siswa diarahkan memahami alur ini. Sehingga, siswa terlatih untuk berpikir logis dan kritis. Terhadap kasus yang sederhana, siswa tak akan mengalami kesulitan dalam berpikir secara urut dan kritis.
Sayang, selama ini umumnya yang dapat dijumpai adalah mereka belum mau terbuka atas persoalan yang terjadi ini. Artinya, siswa (sebetulnya) telah memahami alur persoalan yang sedang terjadi, tapi mereka belum mau menyatakan secara terbuka.
Karenanya, diperlukan membangun suasana benak siswa dalam keadaan aman dan nyaman. Bahwa keterbukaan akan sangat menolong semua hal yang terjadi menjadi jelas dan mudah ditemukan solusinya.
Sekali lagi, cara ini sangat memakan banyak energi dan waktu. Tapi, jika dilakukan dengan penuh kesabaran dan pengendalian diri, hasil yang didapat membahagiakan banyak pihak, baik siswa maupun guru.
Karena, siswa mendapatkan cara baru dalam menyelesaikan kasus yang sederhana yang sedang dihadapinya. Cara baru itu adalah mereka diajak bersama mendiskusikan persoalan yang dihadapi. Juga, diajak menentukan solusinya dalam keadaan benak siswa (merasa) aman dan nyaman. Artinya, menyelesaikan persoalan tanpa ada kesan menginterogasi, apalagi mengadili.
Dengan begitu, siswa akan tetap merasa dihargai dan diberi ruang untuk bersama-sama berpikir logis dan kritis. Yang, merupakan sikap yang harus ditanamkan dalam diri siswa sejak dini karena sikap menghargai, berpikir logis dan kritis merupakan syarat yang harus dimiliki orang yang hidup pada abad modern ini.
Memang harus diakui bahwa jam untuk pembelajaran akan terpotong karena digunakan untuk mendiskusikan kasus yang terjadi. Tapi, menyelesaikan kasus, sesederhana apa pun, dengan melibatkan semua siswa dalam kelas memiliki nilai lebih berharga ketimbang melangsungkan pembelajaran dalam situasi dan kondisi kelas yang masih remang-remang, karena persoalan belum terselesaikan.
Saya pernah menghabiskan waktu dua jam pembelajaran untuk mendiskusikan kasus yang terjadi di ruang kelas karena ada "Pin Stop Bullying" yang hilang, hanya satu pin. Tapi, sekalipun satu (kecil dan sederhana), pin yang harus dikenakan oleh siswa merupakan benda yang berharga.
Maka, saya memandang hal ini harus diselesaikan. Di sekolah kami, setiap siswa mengenakan pin yang berisi kata positif. Misalnya, "Menghargai", "Rukun", "Jujur", dan "Ikhlas". Pin yang berisi kata positif yang berbeda dikenakan oleh setiap siswa.
Setiap hari pin ini dipakai secara bergantian. Misalnya, si A hari ini mengenakan pin yang berisi kata positif "Jujur", besok mengenakan pin yang berisi kata positif "Ikhlas". Ini berlaku juga untuk siswa yang lain.