Teman satu kelas pun tak ada yang iri. Sekalipun satu atau lebih teman mewakili sekolah dalam FLS2N dan harus sering meninggalkan jam pembelajaran, tak ada yang protes. Mereka sudah mengerti.
Siswa yang turut FLS2N tak semuanya cerdas di bidang akademik. Tapi, mereka pasti terampil di cabang FLS2N yang diikuti. Artinya, siswa ini cerdas di bidang ini.
Karenanya, sangat patut siswa di bidang ini diapresiasi. Apalagi ia sudah mengusahakan secara maksimal dalam menghadapi FLS2N. Sampai-sampai ia sering  meninggalkan jam pembelajaran untuk latihan.
Persiapan yang dilakukan ini untuk berkompetisi memperjuangkan prestasi sekolah. Dalam kompetisi ada kalah, ada menang. Jika menang, tak perlu ditanya. Sudah pasti dielu-elukan alias disanjung. Ini penghargaan yang membanggakan bagi siswa.
Jika pun belum menang, sebetulnya sama saja, siswa harus tetap dihargai. Agar kebanggaan tetap dimilikinya. Sebab, yang dihargai semestinya bukan perihal hasilnya. Tapi, karena siswa sudah berkarya.
Sebab, siswa dalam proses berkarya membutuhkan energi yang justru sangat banyak dalam durasi yang panjang ketimbang saat lomba. Maka, latihan merupakan momen siswa berkarya yang sesungguhnya.
Apalagi dalam momen ini justru ada banyak pengaruh. Yang bukan mustahil karena adanya pengaruh buruk, misalnya, siswa tak teguh dalam berproses, yang akhirnya dapat saja "berhenti".
Tak menjalani proses yang seharusnya memang dilakukan. Sehingga, tak jadi turut lomba. Tapi, sayang, proses berkarya ini sering dilupakan oleh sekolah.
Sebab, sering sekolah lebih memandang hasil. Ikut lomba targetnya menang. Jika tak menang berarti tak memberikan hasil. Pandangan ini wajar saja sebetulnya.
Karena, hampir dapat dipastikan semua sekolah memegang sudut pandang ini. Dimengerti, melalui kemenangan yang diraih siswa dalam lomba, nama sekolah terangkat di tengah-tengah masyarakat.
Dan, ini berdampak terhadap derajat sekolah meningkat. Derajat sekolah yang meningkat menjadi magnet yang dapat menarik masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di sekolah termaksud.