Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Artikel Utama

Halalbihalal ke Rumah Guru, Cara Siswa Memaknai Lebaran

15 April 2024   10:44 Diperbarui: 16 April 2024   02:46 1536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keempat, sekalipun bagi anak sekolah menengah pertama (SMP) dan yang sederajat halalbihalal ke rumah guru saat lebaran tak mengharap tunjangan hari raya (THR) lebaran atau di daerah kami sering disebut wisit, bagi anak sekolah dasar (SD) dan yang sederajat  berbeda. Wisit adalah bagian yang diinginkan.

Saat sebelum pensiun, tetangga saya yang guru SD ketika lebaran selalu menyiapkan uang lima ribuan baru. Selain untuk dibagikan per lembar kepada anak-anak tetangga yang berkunjung, juga dibagikan kepada siswanya yang datang ke rumahnya halalbihalal.

Kalau anak SMP dan yang sederajat saja tak mengharapkan wisit saat halalbihalal ke rumah guru, apalagi anak sekolah menengah atas (SMA) dan yang sederajat. Tentu saja wisit dari gurunya tak masuk dalam kamus mereka.

Sekalipun wisit dari orangtua, saudara, dan kerabat dekat sangat diharapkan. Si bungsu, yang SMA, misalnya, saat kami ajak berkunjung ke rumah budenya (kakak saya perempuan)  yang beragama Islam pada lebaran kali ini, seperti pada lebaran-lebaran sebelumnya, saat masih dalam perjalanan yang dipercakapkan dengan kakaknya, si sulung yang sudah bekerja, adalah wisit. Sekalipun saya mengetahui bahwa percakapan mereka  dibalut dengan gurauan.

Hanya, saat di rumah budenya, mereka dapat wisit betulan. Si bungsu menerimanya dengan rasa gembira. Sedangkan, si sulung tak mau menerimanya karena merasa sudah bekerja dan mendapat penghasilan sendiri.

Bahkan, dalam kunjungan itu, si sulung memberi wisit cucu budenya yang masih kelas 3 SD. Cucu budenya berarti anaknya saudara sepupu si sulung. Kedua anak kami memanggil sepupunya itu biasanya menggunakan sapaan "mbak" karena saudara sepupunya itu wanita. Jadi, si sulung berarti memberi wisit kepada keponakannya.

Wisit, sekali lagi, tak menjadi tujuan utama siswa kami yang bersilaturahmi ke guru-gurunya saat lebaran. Mereka memang hendak halalbihalal. Itu saja.

Hanya, memang, guru-gurunya yang berasal dari luar daerah tak dapat dikunjungi. Sebab, mereka tentu mudik. Jadi, halalbihalalnya di sekolah saat masuk pertama setelah libur lebaran seperti yang sudah diwartakan oleh sekolah kepada mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun