Salah seorang teman guru menceritakan temuannya bersama teman guru yang lain di lokasi pengungsian. Yaitu, telah ditemukan dua siswa (kami) yang diduga mengungsi karena banjir.
Teman guru ini mengetahui bahwa mereka adalah siswa kami karena satu di antaranya mengenakan celana olahraga yang ditandai sebagai seragam olahraga siswa sekolah kami.
Pikir teman guru tersebut, siswa ini tak mau didata di dalam daftar siswa yang terdampak banjir. Ketakmauannya mungkin karena siswa ini malu. Malu karena sekolah hendak memberinya bantuan.
Ini fakta. Tak sedikit siswa kami yang merasa kurang nyaman jika mendapat bantuan. Karenanya, sekolah sangat hati-hati dalam mendata siswa yang terdampak banjir tahun ini. Melalui Wali Kelas, sekolah akhirnya mendapatkan data.
Boleh jadi perasaan kurang nyaman alias malu itu karena mereka ingin tetap terlihat tak mengalami apa-apa. Seperti biasanya. Ini sering dipilih oleh sebagian orang agar susahnya tak diketahui oleh orang lain.
Mendapatkan cerita dari teman guru, seperti yang sudah disebutkan di atas, kami akhirnya mengambil langkah menemui siswa yang kami perkirakan.
Kami menemui ketua kelas tempat siswa yang kami perkirakan ini berada. Agar, kami mendapatkan informasi yang tepat mengenai siswa ini.
Bertanya langsung kepada anaknya juga kurang nyaman. Jangan-jangan memang (benar) yang sedang dialaminya tak mau diketahui oleh guru. Cukup (sebatas) diketahui oleh sedikit temannya. Termasuk ketua kelas.
Sang ketua kelas ternyata tak mengetahui secara pasti. Tapi, melaluinya, kami tertolong untuk (selanjutnya) memastikan bahwa temannya ini pengungsi atau tidak.
Kami mendapat kepastian setelah kami bercakap-cakap. Yang, kemudian kami mengetahuinya bahwa mereka adalah relawan, bukan pengungsi.