Selama Ramadan sangat mungkin siswa di sekolah negeri melaksanakan aktivitas keagamaan. Demikian juga di sekolah swasta yang berlatar belakang agama Islam.
Pun tak berbeda jauh di sekolah swasta umum yang mayoritas siswa beragama Islam. Kegiatan keagamaan tersebut adalah tadarusan. Yaitu, membaca Al-Quran secara bersama-sama.
Di sekolah tempat saya mengajar, misalnya, tadarusan dilaksanakan sebelum jam pembelajaran dimulai. Waktu 30 menit untuk kegiatan tadarusan. Setiap guru yang mengajar pada jam pertama bertugas membersamai siswa tadarusan di kelas.
Siswa membawa Al-Quran, kecuali siswa putri yang sedang berhalangan. Saat tadarusan berlangsung suasana kelas memang berbeda dengan suasana kelas ketika pembelajaran berlangsung. Siswa fokus ke Al-Quran dan mencermati bagian yang mereka baca.
Pembacaan Al-Quran yang dilakukan siswa mengikuti pembacaan Al-Quran yang dilakukan oleh guru. Yang, dapat didengarkan lewat pelantang yang jaringannya sampai ke setiap ruang kelas. Jadi, siswa tak membaca sesuai keinginan masing-masing. Tapi, terpandu oleh guru.
Guru memandu tadarusan dari ruang tersendiri dengan menggunakan mikrofon. Yang, seperti barusan disebutkan, jaringannya sampai ke ruang-ruang kelas. Sehingga, semua siswa di masing-masing ruang kelas dapat turut membaca.
Saat siswa yang beragama Islam tadarusan, siswa yang beragama Kristen dan Katolik mengadakan persekutuan doa (PD). Kebetulan hanya ada dua ini yang nonmuslim, yaitu Kristen dan Katolik, atau lebih tepatnya Protestan dan Katolik. Keduanya digabung dalam satu kegiatan tersebut.
Kegiatan PD dilakukan di ruang tersendiri. Siswa Kelas 7, Kelas 8, dan Kelas 9 bergabung menjadi satu. Karena jumlahnya memang tak banyak.
Jadi, saat bel tanda kegiatan kerohanian dibunyikan, mereka keluar dari ruang kelas masing-masing, yang selanjutnya menuju ke ruang yang sudah ditentukan. Mereka membawa Alkitab seperti siswa yang beragama Islam membawa Al-Quran.