Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Penetapan Kurikulum Merdeka sebagai Kurikulum Nasional, Ikhtiar Menghargai Proses

12 Maret 2024   20:48 Diperbarui: 13 Maret 2024   02:51 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi KOMPAS/Supriyanto

Karenanya, Kurikulum Merdeka memberi ruang yang sedemikian luas kepada sekolah untuk mengajak orangtua dan masyarakat dapat terlibat dalam pembelajaran. Hal ini terlihat, misalnya, dalam pembelajaran proyek penguatan profil pelajar Pancasila (P5).

Ilustrasi: Pembelajaran P5, dengan mengunjungi Masjid Wali, Loram Kulon, Kudus, Jawa Tengah, untuk mempelajari tradisi Ampyang. (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi: Pembelajaran P5, dengan mengunjungi Masjid Wali, Loram Kulon, Kudus, Jawa Tengah, untuk mempelajari tradisi Ampyang. (Dokumentasi pribadi)

Pembelajaran P5, tanpa melibatkan orangtua siswa dan masyarakat tak akan memberikan pengalaman belajar yang mendalam dan bermakna bagi siswa. Kolaborasi ini penting untuk terus dibangun dan karenanya masih membutuhkan waktu yang panjang.

Kolaborasi tak cukup secara fisik. Perlu juga kolaborasi secara psikis. Karena, keterlibatan orangtua siswa dan masyarakat harus menukik sampai ke tahap merancang proyek, menjalankan, dan merayakan hasilnya secara bersama.

Dengan demikian, kolaborasi yang dibangun bersama berlangsung sejak awal hingga akhir. Tak sekadar mengundang dan melibatkan orangtua siswa dan masyarakat pada tahap gelar karya. Yang, umumnya lebih bersifat memamerkan hasil belaka.

Selama ini yang terjadi memang baru sampai pada tahap demikian. Tapi, hal ini tak berarti salah. Proses tak ada yang salah. Proses selalu memunculkan gagasan-gagasan baru. Karena, pada proses biasanya baru ditemukan kebutuhan yang harus ditambahkan karena dipandang sebagai bagian yang lebih mendalam dan bermakna.

Dengan begitu, pembentukan karakter siswa melalui pembelajaran P5, yang termasuk elemen mendasar dalam Kurikulum Merdeka, menurut saya, harus terus dikerjakan secara kolaboratif. Sebab, kini, ditengarai telah terjadi kemerosotan karakter, termasuk karakter siswa.

Akan sulit pencapaian maksimal karakter siswa tanpa kerja kolaboratif antara guru, orangtua, dan masyarakat. Proses kolaborasi harus terus dikerjakan dalam kerangka kerja Kurikulum Merdeka dalam waktu yang (amat) panjang.

Tak cukup hanya 3 sampai 5 tahun. Pembangunan karakter bersifat berkelanjutan, selain adanya pelibatan banyak pihak.

Belum lagi ketika kita memasuki elemen lain, misalnya, perihal prinsip fleksibilitas. Pada poin ini, guru dalam satu sekolah perlu mendiskusikan konteks sekolah. Yaitu, sebagai modal bersama untuk merancang program pembelajaran yang sesuai dengan karakter sekolah, lingkungan, sumber daya manusia (SDM) (meliputi siswa, guru, karyawan, dan orangtua siswa), sarana-prasarana, dan sejenisnya.

Agar, program yang dirancang dapat memberi pengalaman belajar yang mendalam dan bermakna bagi siswa sesuai dengan karakteristiknya. Dengan begitu, semua siswa mendapat layanan pendidikan yang relevan, adil, dan menyenangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun