Apalagi budaya seperti itu bersifat turun-temurun dari para leluhur. Sehingga, mudah dipraktikkan di masyarakat oleh masing-masing keluarga. Dalam konteks ini, ikatan budaya pun akan menjadi pendorong yang efektif.
Saya menyatakan hal ini bukan karena saya guru, yang seolah melempar tanggung jawab pendidikan karakter siswa kepada orangtua dan masyarakat. Tak begitu. Tapi, memang, tanpa peran serta yang serius orangtua dan masyarakat bergandeng tangan membersamai tumbuh kembang anak, GTK (baca: sekolah) tak akan mampu.
Artinya, ada atau tak ada perundungan antarsiswa, baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah, menjadi tanggung jawab bersama.
Tak serta merta menyalahkan siswa (baca: anak) jika dijumpai perundungan di antara mereka. Tapi, kita perlu introspeksi diri dan segera menyadari bahwa semangat kebersamaan membersamai anak harus dimaksimalkan.