Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Overload Pakaian Pantas Pakai di Posko Pengungsian, Bukti Masyarakat Menyukai Fesyen

16 Februari 2024   09:45 Diperbarui: 17 Februari 2024   07:47 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi 2: Banner dipasang di posko utama, di Terminal Induk, Jati, Kudus, Jawa Tengah. (Dokumentasi pribadi)

Siswa kami ikut ambil bagian dalam bakti kemanusiaan terdampak banjir bandang di Demak, Jawa Tengah (Jateng), seperti siswa dari sekolah lain. Jarak antara lokasi posko utama korban terdampak banjir bandang di Terminal Induk, Jati, Kudus, Jateng, dan lokasi sekolah kami, relatif dekat. Karenanya, kami mengantar bantuan secara langsung.

Bantuan yang kami antar berupa barang. Di antaranya beras, air mineral, mi instan, roti, pakaian dalam, softek, handuk, snack, dan pakaian pantas pakai. Pakaian pantas pakai itu pakaian bekas yang masih layak dipakai.

Semua barang itu sumbangan dari siswa dan guru dan tenaga kependidikan (GTK). Sumbangan bersifat suka rela. Pengumpulan sumbangan dikoordinasi oleh Pengurus OSIS dan PMR.

Baik terhadap anak yang memberi sumbangan, yaitu semua siswa, maupun yang mengoordinasi, yaitu Pengurus OSIS dan PMR, ditanamkan sikap peduli antarsesama. Sikap yang memang harus terus dikembangkan oleh semua pihak.

Semua barang yang kami antar diterima oleh petugas di posko. Kecuali pakaian pantas pakai. Yang ini akhirnya kami bawa kembali ke sekolah. Posko tak menerima bantuan jenis ini karena sudah overload.

Bahkan, di posko sudah dipasang pengumuman hal itu di banner. Yang, dipajang memanjang di salah satu tempat yang memungkinkan siapa pun dapat membaca.

Dengan begitu, banyak pihak yang mengetahui. Hal ini memungkinkan pengumuman tersebut cepat tersebar. Sehingga, semakin banyak pihak yang akhirnya juga mengetahui. Termasuk kami sebetulnya sudah mengetahuinya melalui medsos.

Tapi, karena kami lebih dulu mengumpulkan pakaian pantas pakai ketimbang kami mengetahui pengumuman tersebut, maka kami tetap mengemas rapi pakaian pantas pakai untuk kami antar ke posko. Dan, begitulah akhirnya, kami terpaksa membawa balik pakaian pantas pakai tersebut ke sekolah.

Kami belum memikirkan mau dialihkan ke pihak mana pakaian pantas pakai itu, selanjutnya. Tapi, pakaian yang sudah disedekahkan itu tak mungkin disia-siakan. Pasti masih ada pihak yang membutuhkan.

Yang jelas dari fakta bahwa di posko pengungsian tak lagi mau menerima pakaian pantas pakai dapat diartikan bahwa korban terdampak banjir di Demak, Jateng, yang ada di pengungsian sudah merasa cukup kebutuhan pakaian.

Padahal, berdasarkan data di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (bnpb.go.id) ada 21 ribu pengungsi. Kalau posko pengungsi, yang dibidani oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) bekerja sama dengan BNPB, tak lagi mau menerima bantuan pakaian pantas pakai, berarti kebutuhan pakaian 21 ribu pengungsi sudah (sangat) terpenuhi (Kecuali pakaian dalam, pengungsi masih memerlukan bantuan. Baik pakaian dalam bagi anak hingga dewasa maupun bagi wanita dan laki-laki. Pakaian dalam tentu harus yang baru, bukan yang pantas pakai).

Dan, hal itu berarti pula menandakan bahwa kebutuhan masyarakat terkait pakaian (sandang) secara umum sudah (sangat) terpenuhi. Tapi, yang lebih daripada itu adalah masyarakat (ternyata) menyukai fesyen.

Memang saya menemukan fakta ini di posko pengungsian korban terdampak banjir bandang di Karanganyar, Demak, Jateng. Hanya, hal yang sama juga terjadi di wilayah lain pada saat ada kasus serupa.

Ilustrasi 2: Banner dipasang di posko utama, di Terminal Induk, Jati, Kudus, Jawa Tengah. (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi 2: Banner dipasang di posko utama, di Terminal Induk, Jati, Kudus, Jawa Tengah. (Dokumentasi pribadi)

Misalnya, saat terjadi erupsi Gunung Semeru di Jawa Timur (2021), bantuan pakaian pantas pakai untuk korban terdampak juga melimpah. Ketika terjadi bencana gempa di Cianjur, Jawa Barat (2022), pakaian pantas pakai juga menumpuk.

Banjir bandang di Luwu Utara, Sulawesi Selatan (2020) juga menyisakan pakaian pantas pakai. Untung, kemudian oleh ibu-ibu pakaian pantas pakai yang lebih itu diubah menjadi barang yang bernilai ekonomis. Jadi akhirnya bermanfaat juga.

Dari gambaran di atas, dapat dikatakan bahwa fesyen, seperti yang sudah disebutkan di atas, sebagai kebutuhan pokok yang (memang) disukai oleh masyarakat di mana dan kapan pun. Ini berarti masyarakat memandang bahwa fesyen itu sangat penting.

Tak ada yang keliru sebetulnya karena memang ada pepatah dalam bahasa Jawa, begini, "ajine raga saka busana", setidaknya artinya seperti ini, harga diri (kita) ditentukan oleh pakaian.

Sederhananya, orang yang mengenakan pakaian yang bagus lebih dihargai oleh kebanyakan orang ketimbang orang yang mengenakan pakaian yang buruk.

"Bagus" tak harus dihubungkan dengan harga mahal. Tapi, dapat saja dihubungkan dengan seringnya berganti pakaian. Orang yang sering berganti pakaian, maksudnya, setiap mengikuti kegiatan selalu berganti pakaian, dipandang lebih berharga di mata orang lain daripada orang yang mengenakan pakaian yang itu-itu saja.

Karenanya, sebagian orang akhirnya berburu pakaian. Baik berburu ke pasar atau toko secara langsung maupun secara online. Apalagi, kini, harganya sangat terjangkau alias murah.

Kesukaan masyarakat terhadap fesyen ini yang kemudian oleh pasar dilihat sebagai peluang usaha. Sehingga, banyak bermunculan usaha fesyen di antaranya berdagang pakaian, baik dikelola secara offline maupun online.

Dan, menjadi problem karena pakaian pantas pakai --konsekuensi dari masyarakat yang menyukai fesyen-- jumlahnya sangat membludak. Hal ini mudah ditemukan, seperti yang sudah disebutkan di atas, saban ada bencana yang menimbulkan korban, di pengungsian overload pakaian pantas pakai.

Overload pakaian pantas pakai ini kalau tak dijadikan produk baru, misalnya melalui aktivitas keterampilan UMKM, tentu menjadi sampah yang dapat merusak lingkungan.

Ilustrasi 3: Posko utama di Terminal Induk, Jati, Kudus, Jawa Tengah, tempat menerima bantuan dari berbagai elemen masyarakat. (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi 3: Posko utama di Terminal Induk, Jati, Kudus, Jawa Tengah, tempat menerima bantuan dari berbagai elemen masyarakat. (Dokumentasi pribadi)

Karenanya, kini dan ke depan, masyarakat perlu mengambil sikap yang lebih produktif dan visioner. Misalnya, lebih peduli terhadap anak kurang gizi, stunting, daripada mementingkan fesyen. Yang, di antaranya dapat menyebabkan adanya pakaian pantas pakai yang berlebih.

Anggaran yang digunakan secara berlebihan untuk fesyen dialihkan (saja) untuk memenuhi gizi anak dan gizi ibu hamil. Sebab, memenuhi gizi anak dan ibu hamil dapat menjadi investasi masa depan. Memenuhi gizi jauh lebih penting ketimbang mengadakan sandang yang berlebih.

Sangat kontras perbandingan antara pemenuhan pangan (yang bergizi) dan pengadaan sandang. Sebab, di negara kita ternyata masih terdata ada 21,6% kasus stunting pada 2022, yang sekalipun sudah turun dari kasus stunting pada 2021, yaitu 24,4% (sehatnegeriku.kemkes.go.id/).

Sementara, kebutuhan sandang --berdasarkan temuan, ada pakaian pantas pakai di pengungsian setiap terjadi bencana-- sangat membludak, sampai-sampai bantuan jenis ini ditolak oleh posko pengungsian.

Dari sini, jelas bagi kita bahwa sangat mudah kita memenuhi kebutuhan sandang daripada memenuhi pangan (yang bergizi). Lalu, bagaimana kita, masih menyukai fesyen atau bergegas mengikis stunting?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun