Cara ini memang bersifat pasif. Tak memiliki kekuatan yang lebih untuk menarik minat masyarakat, kecuali hanya memberikan informasi lewat teks. Dan, masyarakat hanya melihat dari jauh, itu yang mau. Yang mau membaca, baru mendekat. Tak ada sentuhan lain.
Namun, cara ini, hingga kini masih ditempuh. Tapi, pemasangannya tak hanya di dekat lokasi sekolah sasaran. Diperluas hingga di perempatan-perempatan traffic lights. Mengharap lebih banyak (lagi) yang mengetahui dan membaca informasi tersebut. Jadi, sasarannya semakin meluas.
[Saya belum pernah menanyakan kepada teman yang mengajar di sekolah swasta mengenai efektivitas memasang banner, baik yang dekat dengan lokasi sekolah sasaran maupun yang di perempatan-perempatan traffic lights, untuk mendapatkan siswa].
Tapi, kemudian, ada cara yang lain yang lebih mendekat kepada masyarakat, yaitu dengan memberikan brosur kepada calon siswa. Mereka datang ke sekolah sasaran, setidaknya mereka mengambil posisi di dekat pintu gerbang sekolah untuk membagikan brosur kepada siswa yang hendak pulang.
Sekalipun tak mudah untuk membagikan brosur tepat sasaran karena ketika siswa pulang berbarengan. Misalnya, di sekolah tempat saya mengajar, ada siswa kelas 7, kelas 8, dan kelas 9 yang pulang bersamaan. Padahal, yang dituju siswa kelas 9 karena yang membagikan brosur jenjang sekolah menengah atas (SMA).
Jadi, brosur yang dibagikan tentu dapat menyebar ke siswa kelas 7 dan kelas 8. Tak semua mengena ke siswa kelas 9. Ini mubazir.
Tapi, brosur dapat dibawa pulang. Sehingga, ketika sampai di rumah, brosur dapat dibaca berulang-ulang. Bahkan, sangat mungkin dapat dibaca juga oleh anggota keluarga yang lain, misalnya, saudara dan orangtua. Ini kekuatan brosur, yang berbeda dengan banner.
Cara ini pun tentu hanya dilakukan oleh sekolah swasta tertentu. Karena membutuhkan biaya, yang mungkin agak mahal, karena percetakan biasanya memberi batas jumlah lembar yang wajib dicetak.
Dan, tak mungkin juga sekolah mencetak brosur dalam jumlah yang sedikit. Pasti banyak. Ini tentu menjadi pertimbangan (khusus) sekolah, mencetak brosur atau tidak.
[Setali tiga uang dengan banner, saya pun belum pernah menanyakan kepada pihak sekolah yang pernah membagikan brosur. Termasuk kepada SMA dan SMK yang pernah membagikan brosur kepada siswa di sekolah tempat saya mengajar, efektif atau tidak].
Berikutnya, muncul babak baru yang agak berbeda, sekalipun cara yang sudah ada tetap ada. Babak baru itu tak lagi sekadar brosur, tapi perwakilan guru dan siswa datang ke sekolah sasaran. Yang, dimungkinkan dari sekolah itu ada calon siswa. Termasuk ke sekolah tempat saya mengajar.