Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Membentuk Karakter Siswa Melalui Teks Cerita, Bisakah?

25 November 2023   22:55 Diperbarui: 28 November 2023   13:05 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak sedang membaca, diambil dari theasianparent.com

Nah, jika sebaliknya yang terjadi tokoh di dalam cerita lebih baik dalam menyudahi konfliknya daripada cara yang dilakukan oleh siswa dalam realitas, bagaimana? Tak masalah. Sebab, siswa tak akan tersinggung. Ia pasti menerima kenyataan itu, toh hanya tokoh cerita yang menjadi pembandingnya.

Dan, bukan mustahil siswa yang bersangkutan akhirnya menyadari bahwa ia harus berubah. Dalam proses pembelajaran, ia pasti senyum-senyum sendiri. Karena, ia merasa menemukan sesuatu yang berbeda dalam dirinya.

Kedua, guru tak (perlu) menasihati dan mengajarkan tentang karakter terhadap siswa. Karena jika ini yang ditempuh guru, pasti gagal. Sudah banyak buktinya.

Dengan memanfaatkan cerita, guru lebih rileks sekalipun menyentuh ranah yang (paling) berat, yaitu karakter. Sebab, dalam prosesnya, sebenarnya siswa lebih banyak melakukan dialog batin dengan cerita.

Memang guru sendiri harus sudah mengetahui terlebih dahulu isi cerita. Misalnya, tentang tokoh, karakter tokoh, konflik, dan relasi antartokoh.

Dengan begitu, guru dapat menjembatani dialog batin siswa dengan cerita. Maksudnya, guru mengarahkan agar siswa dapat menautkan dirinya dengan tokoh, karakter tokoh, konflik, dan relasi antartokoh dalam cerita.

Proses ini dapat dilakukan dengan sekadar, misalnya, bertanya jawab, komunikasi personal dengan siswa --dari satu siswa, lalu berpindah ke siswa yang lain---perihal yang ringan-ringan.

Contoh, apakah siswa pernah atau sedang mengalami konflik seperti dalam cerita; apakah siswa memiliki kebiasaan seperti kebiasaan tokoh dalam cerita.

Saya melakukan proses ini tak serius-serius banget. Santai saja sambil guyonan, yang ternyata dapat diimbangi oleh siswa sekalipun pertanyaan-pertanyaan seperti ditulis di atas ditujukan kepadanya.

Dan sekalipun dijawab dengan senyuman saja, saya sudah mengetahui jawaban sebenarnya. Siswa yang lain, sepertinya, juga mengetahui jawaban sebenarnya, sehingga mereka juga ikut senyum-senyum.

Dalam semua itu, saya memandang bahwa kekuatan merasuknya nilai-nilai karakter kedalam diri siswa setali tiga uang dengan cara memberi teladan. Sebab, sejatinya, tokoh-tokoh dalam cerita juga teladan bagi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun