Semuanya itu mengindikasikan bahwa kita dibawa ke masa semangat kembali ke alam. Ini tentu dapat menjadi momen yang tepat untuk membangun kesadaran kita, terlebih anak-anak, mengenai betapa alam menyediakan beragam hasil, termasuk rempah yang menyimpan banyak khasiat.
Menyimpan banyak khasiat dan tersedia di alam Indonesia, amat disayangkan jika rempah tak dikenalkan kepada generasi muda atau anak-anak.
Sementara, anak-anak kekinian sudah digempur oleh beragam jenis makanan dan minuman modern. Yang, maaf, sekalipun tak semua, beberapa berdampak tak baik bagi tubuh.
Rempah yang sudah diakui khasiatnya sejak masa lampau, yang ditandai oleh adanya bangsa asing berburu rempah dari bumi pertiwi, perlu diestafetkan kepada generasi muda.
Di sekolah pun dengan diberlakukannya Kurikulum Merdeka, yang di dalamnya ada muatan proyek penguatan profil pelajar Pancasila (P5), memberi ruang bagi sekolah secara merdeka mengeksplorasi kearifan lokal sesuai dengan konteksnya.
Rempah yang sudah ada di alam Indonesia sejak lampau dan sebagian sudah dimanfaatkan untuk membuat jamu --yang ditandai dengan lahirnya jamu gendhong---merupakan kearifan lokal yang harus dijaga dan dilestarikan.
Oleh karena itu, sekolah yang menjadi basis bagi anak (secara personal dan kolektif) untuk menumbuhkembangkan potensi diri demi masa depannya dan masa depan bangsa, perlu (juga) mengeksplorasi rempah, sejak pembibitan, penanaman, pemanenan, hingga pengolahan dalam pembelajaran P5. Agar, pengenalan anak terhadapnya semakin mendalam dan akhirnya tumbuh sikap menghargai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H