Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Tak Berubah, Outfit Tarawih Tetangga Kami

11 April 2023   00:00 Diperbarui: 11 April 2023   00:05 981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi 1: Kelompok wanita yang sedang tarawih. (Dokumentasi pribadi)

Saya melihat orang pergi ke musala hampir setiap menjelang azan berkumandang. Sebab, rumah kami dekat dengan musala. Sangat dekat, bahkan. Hanya dibatasi oleh satu rumah tetangga dan jalan kampung.

Begini gambarannya dari arah rumah kami, yang berada di kanan musala. Ya, rumah kami. Terus, satu rumah tetangga. Sebelahnya, jalan kampung, sekitar 3-4 meter lebarnya. Selanjutnya, baru musala.

Jadi, setiap ada azan, kami selalu mendengar. Tentu saja ketika waktu-waktu azan kami berada di rumah. Kalau sedang bepergian dari rumah, ya tentu saja tidak mendengar azan dari musala dekat rumah kami.

Pun demikian ketika ada kegiatan di musala tersebut, saya sering melihatnya. Termasuk saat Ramadan ini, ketika tetangga bertarawih.

Hanya, saya melihat ada perbedaan volume orang yang tarawih antara waktu sebelum pandemi dengan sekarang,  setelah pandemi. Volumenya banyak sebelum pandemi.

Ilustrasi 2  (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi 2  (Dokumentasi pribadi)

Yang menandai adalah teras rumah tetangga kami yang persis berada di depan musala, dulu ketika sebelum pandemi, penuh orang yang bertarawih. Mereka sampai menggelar tikar.

Ramadan kali ini tidak demikian. Orang yang bertarawih hanya sampai di teras musala. Teras rumah tetangga kami tersebut tidak terisi.

Ya, fenomena ini bisa jadi karena selama lebih kurang tiga kali Ramadan tidak ada tarawih bersama di musala ini gegara pandemi Covid-19. Yang, mengharuskan masyarakat berjaga jarak dan menjauhi kerumunan.

Dan, mungkin, hingga kini suasana hati untuk berkumpul masih kurang. Belum muncul semangat. Sebab, biasanya memang begitu sebuah perubahan tidak bisa cepat. Perlu waktu. Perlu proses.

Gambaran ini persis seperti yang dialami oleh murid-murid di sekolah tempat saya mengajar. Menunggu muncul semangat belajar seperti ketika sebelum pandemi hingga kini belum berhasil. Murid-murid masih belum move on. Ya, itu tadi, masih berproses.

Padahal, masuk sekolah tatap muka sudah setahun lebih. Tetapi, toh begitu, belum pulih seperti dulu-dulu lagi. Kurikulum darurat dan kini sebagian untuk tingkat kelas sudah diberlakukan kurikulum merdeka, ternyata belum banyak membawa perubahan atau lebih tepatnya pemulihan pendidikan.

Kira-kira seperti itu alasan bahwa orang yang ikut tarawih pada Ramadan kali ini belum sebanyak dulu-dulu lagi. Ini setidaknya yang saya ketahui di musala dekat rumah kami. Mungkin tidak demikian di musala atau masjid yang lain.

Tetapi, sekalipun begitu, saya masih bisa melihat orang-orang yang pergi dan melaksanakan tarawih. Khususnya di musala dekat rumah kami.

Saya melihat outfit tarawih mereka masih seperti dulu. Yang wanita mengenakan mukena. Yang laki-laki mengenakan baju dan sarung.

Ketika saya menanyakan perihal pakaian tarawih kepada beberapa tetangga yang mengikuti tarawih, mereka menyatakan bahwa yang penting pakaian tarawih itu nyaman.

Yang dimaksud nyaman dalam konteks ini adalah ketika untuk duduk, berdiri, atau membungkuk tidak menyulitkan. Selain itu, juga menjaga agar tidak menimbulkan bayangan tubuh, yang dapat mempengaruhi orang tidak fokus.

Untuk yang wanita perihal warna mukena cenderung putih. Tidak banyak yang mengenakan mukena warna selain putih. Tentang warna putih, mereka mengatakan bahwa lebih bersih.

Karenanya, secara spiritual, mereka mengatakan bahwa warna putih itu menandakan suci. Tarawih itu menghadap Allah sehingga harus bersih nan suci.

Sementara itu, untuk yang laki-laki perihal warna pakaian tarawih tidak terikat warna putih. Baik warna sarung maupun atasan yang dikenakan sangat beragam.

Ya, saya tidak melihat ada yang mengenakan sarung warna atau corak putih. Kalau yang atasannya, saya masih melihat ada yang mengenakan warna putih.

Dari sini saya melihat bahwa outfit tarawih kaum wanita cenderung warna seragam, yaitu putih. Tetapi, outfit tarawih laki-laki cenderung warna-warni. Bawahan berupa sarung, tetapi atasan ada yang baju koko, ada yang tidak.

Jadi, laki-laki lebih merdeka dalam hal mengenakan outfit tarawih. Tetapi, wanita lebih terikat dalam mengenakan pakaian tarawih. Ini yang saya jumpai saat berlangsung tarawih di musala sebelah rumah kami, Senin (10/4/2023).

Apakah di tempat lain seperti yang terlihat  di musala dekat rumah kami? Atau, ada hal yang berbeda? Saya belum mengetahui sebab saya belum menanyakan kepada teman-teman di tempat lain.

Yang jelas, outfit tarawih yang dikenakan oleh tetangga, baik laki-laki maupun wanita, tidak mengalami perubahan yang berarti. Tetap seperti yang dulu-dulu.

Dalam perspektif saya (justru) yang terpenting memang bukan perihal outfit tarawihnya, tetapi hati yang bertarawih. Sebab, jika mengikuti model, warna, dan lain-lainnya outfit tarawih, tidak akan ada habis-habisnya.

Karena, outfit tarawih bagian dari fashion. Sehingga, dipastikan selalu ada perubahan dari tahun ke tahun, seiring tren dunia fashion yang selama ini berkembang dan bertumbuh secara cepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun