Ada tradisi yang menarik di balik sejarah Masjid At-Taqwa Desa Loram Kulon, Jati, Kudus, Jawa Tengah. Masjid tersebut lebih populer dengan nama Masjid Wali Desa Loram Kulon, atau secara singkatnya disebut Masjid Wali.
Tradisi tersebut dikenal dengan sebutan Kirab Nganten. Istilah "nganten" merupakan istilah dalam bahasa Jawa. "Nganten" berarti pengantin. Jadi, kirab nganten artinya kirab pengantin.
Tradisi ini bermula dari ajaran Sultan Hadlirin, menantu sekaligus murid Sunan Kudus. Konon ceritanya, untuk menarik masyarakat Desa Loram Kulon yang kebanyakan beragama Hindu, Sultan Hadlirin membangun gapura.
Gapura ini menyerupai pura, tempat ibadah umat Hindu. Tersusun dari batu bata merah. Tampak rapi susunannya. Ini ternyata menjadi daya tarik bagi umat Hindu.
Nah, ketika ada masyarakat Desa Loram Kulon yang hendak menikahkan anaknya harus datang ke Sultan Hadlirin untuk didoakan, yang selanjutnya mengelilingi Gapura Padureksan.
[
]
Gapura Padureksan ada dua. Satu berada di sebelah selatan. Satunya lagi berada di sebelah utara. Pengantin melewati keduanya.
Cara tersebut, ternyata semakin menarik perhatian umat Hindu. Sehingga, secara lambat laun, Â banyak umat Hindu yang akhirnya berubah menganut agama Islam.
Dengan semakin banyaknya pengikut seperti itu, akhirnya Sultan Hadlirin mendirikan Masjid sekitar abad ke-15. Masjid ini yang akhirnya menjadi pusat Sultan Hadlirin mengajak masyarakat mendalami agama Islam.
Sejak berdirinya masjid ini, setiap ada masyarakat Desa Loram Kulon menikahkan anaknya, melakukan ijab kabul di masjid yang dipimpin oleh Sultan Hadlirin. Dan, selanjutnya pengantin mengelilingi Gapura Padureksan.
Dalam masa perkembangan kemudian hingga kini, pengantin mengelilingi Gapura Padureksan, tetap dilakukan. Yang, kemudian disebut tradisi Kirab Nganten.
Kirab Nganten ini diberlakukan juga pengantin yang ijab kabulnya di rumah. Sehingga, Kirab Nganten diikuti oleh keluarga, baik keluarga pengantin laki-laki maupun wanita. Pengantin dan rombongan mengitari Gapura Padureksan.
Dimulai (masuk) dari gapura sebelah selatan menuju gapura sebelah Utara, untuk keluarnya. Sebelum keluar pengantin mengisi kotak amal dan mengisi buku tamu.
Tradisi Kirab Nganten yang tetap dilaksanakan hingga kini oleh masyarakat Desa Loram Kulon sebagai bentuk penghormatan kepada Sultan Hadlirin, yang sudah berjuang untuk agama Islam di Desa Loram Kulon.
Pasangan pengantin yang sudah ijab kabul mengelilingi Gapura Padureksan tidak harus kedua-duanya dari Desa Loram Wetan.
Yang satu dari Desa Loram Kulon, sedangkan yang satunya dari desa lain, bahkan daerah lain, tetap melakukan Kirab Nganten.
Tradisi Kirab Nganten di Masjid Wali dan sejarah berdirinya Masjid Wali akhirnya dikukuhkan menjadi destinasi wisata religi. Sehingga, Desa Loram Kulon dijadikan desa wisata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H