Dengan semakin banyaknya pengikut seperti itu, akhirnya Sultan Hadlirin mendirikan Masjid sekitar abad ke-15. Masjid ini yang akhirnya menjadi pusat Sultan Hadlirin mengajak masyarakat mendalami agama Islam.
Sejak berdirinya masjid ini, setiap ada masyarakat Desa Loram Kulon menikahkan anaknya, melakukan ijab kabul di masjid yang dipimpin oleh Sultan Hadlirin. Dan, selanjutnya pengantin mengelilingi Gapura Padureksan.
Dalam masa perkembangan kemudian hingga kini, pengantin mengelilingi Gapura Padureksan, tetap dilakukan. Yang, kemudian disebut tradisi Kirab Nganten.
Kirab Nganten ini diberlakukan juga pengantin yang ijab kabulnya di rumah. Sehingga, Kirab Nganten diikuti oleh keluarga, baik keluarga pengantin laki-laki maupun wanita. Pengantin dan rombongan mengitari Gapura Padureksan.
Dimulai (masuk) dari gapura sebelah selatan menuju gapura sebelah Utara, untuk keluarnya. Sebelum keluar pengantin mengisi kotak amal dan mengisi buku tamu.
Tradisi Kirab Nganten yang tetap dilaksanakan hingga kini oleh masyarakat Desa Loram Kulon sebagai bentuk penghormatan kepada Sultan Hadlirin, yang sudah berjuang untuk agama Islam di Desa Loram Kulon.
Pasangan pengantin yang sudah ijab kabul mengelilingi Gapura Padureksan tidak harus kedua-duanya dari Desa Loram Wetan.
Yang satu dari Desa Loram Kulon, sedangkan yang satunya dari desa lain, bahkan daerah lain, tetap melakukan Kirab Nganten.
Tradisi Kirab Nganten di Masjid Wali dan sejarah berdirinya Masjid Wali akhirnya dikukuhkan menjadi destinasi wisata religi. Sehingga, Desa Loram Kulon dijadikan desa wisata.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI