Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Alpha Female Seharusnya Diberi Ruang Sejak di Bangku Sekolah

12 Maret 2023   14:46 Diperbarui: 28 Maret 2023   15:22 1224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siswa putri lebih mendominasi dalam aktivitas lomba (Dokumentasi pribadi)

Saya mengajar di empat kelas saat ini. Di keempat kelas tersebut, jumlah siswa putri lebih banyak daripada siswa putra. Sepertinya, komposisi itu tergambar juga di kelas-kelas lain.

Ya, siswa putri lebih banyak ketimbang siswa putra. Itu yang dapat ditemukan di sekolah tempat saya mengajar. Siswa putri 436 anak; siswa putra 352 anak. Di sekolah lain? Saya belum mengetahuinya.

Tetapi, data badan pusat statistik (BPS) 2022 mengenai komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin, ternyata jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada wanita.

Untuk kelompok anak usia SMP juga lebih banyak laki-laki ketimbang wanita. Jadi, data komposisi siswa putri dan putra yang ada di sekolah lain mungkin berbeda dengan data di sekolah tempat saya mengajar.

Di keempat kelas tempat saya mengajar, entah mengapa, saya mencatat siswa putri rerata lebih aktif daripada siswa putra. Beberapa teman guru ketika saya mintai keterangan tentang hal tersebut di kelas tempat mereka mengajar, juga mencatat hal yang sama dengan saya. Bahwa siswa putri lebih alpha ketimbang siswa putra.

Saya belum pernah membaca hasil penelitian mengenai hubungan antara kuantitas dengan keaktifan. Maksud saya, apakah karena jumlah siswa putri di kelas lebih banyak daripada siswa putra sehingga  membuat siswa putri lebih aktif?

Andai saja hal itu benar, belum tentu bisa dibuktikan. Karena, ternyata, di beberapa kelas yang selisih siswa putri dan putra tidak terlalu banyak, siswa putri tetap lebih aktif.

Ilustrasi komposisi jumlah siswa putri dan putra di papan absen di salah satu kelas (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi komposisi jumlah siswa putri dan putra di papan absen di salah satu kelas (Dokumentasi pribadi)

Memandang kenyataan yang demikian, sebagai guru tentu saja tidak bersikap diskriminatif dalam mengelola pembelajaran. Semua siswa diberi motivasi, pendampingan, dan ruang ekspresi yang sama.

Guru laki-laki di sekolah umum memiliki respek yang sama terhadap siswa putri dan putra. Tidak berat sebelah. Misalnya, lebih respek terhadap siswa putri daripada siswa putra.

Pun demikian, guru wanita juga respek terhadap semua siswa. Tanpa pilih-kasih. Menghindari sikap lebih memedulikan siswa putra ketimbang putri dalam pembelajaran tentu merupakan pilihan terbaik.

Begitu kira-kira seharusnya peran seimbang guru dalam mengelola pembelajaran. Sehingga, harapannya, tumbuh kembang semua siswa, baik siswa putri maupun putra, dapat teralami secara optimal.

Sekalipun belum tentu harapan itu terwujud. Misalnya, seperti yang sudah saya paparkan di atas berdasarkan pengalaman pribadi dan beberapa teman guru mengenai sikap belajar siswa putri dan putra dalam pembelajaran.

Sikap belajar siswa putri lebih aktif, semangat, percaya diri, disiplin, tertib, dan bertanggung jawab daripada siswa putra dalam aktivitas pembelajaran.

Keterlibatan siswa putri dalam pembelajaran pun sangat terlihat konsistensinya. Dari waktu ke waktu cenderung stabil. Dan, tidak selalu demikian siswa putra.

Akan tetapi aneh, peran dalam struktur keorganisasian kelas, misalnya, siswa putri tidak terlalu menonjol. 99 - 100 persen posisi ketua dan wakil ketua kelas diduduki oleh siswa putra.

Posisi di bawah itu, baru siswa putri turut mendudukinya. Umunya, menduduki posisi sekretaris dan bendahara.

Memasuki posisi di seksi-seksi, komposisi siswa putri dan putra cenderung seimbang. Hanya, dalam posisi seksi keamanan selalu dijabat oleh siswa putra.

Realitas itu sebetulnya menunjukkan bahwa siswa putri masih belum menerima peran-peran strategis dan penting dalam keorganisasian kelas. Padahal, aktif, percaya diri, bertanggung jawab, dan disiplin sangat dibutuhkan dalam peran-peran tersebut.

Maka, wajar jadinya, kalau kemudian saya --pada suatu saat-- menemukan sebagian besar siswa di suatu kelas tetiba berkurang sikap percayanya terhadap ketua kelas yang kebetulan siswa putra. Mungkin ia dipilih lebih karena alasan "keputraannya", bukan karena potensinya.

Dalam pemilihan pengurus kelas yang sangat mungkin ada peran besar wali kelas --entah wali kelasnya laki-laki atau wanita--- sudah semestinya tidak salah memilih jika mengedepankan argumentasi  potensi, bukan gender.

Dengan begitu, selalu diikuti dampak positif, yaitu ketua kelas atau pengurus (kelas) yang lainnya akan tetap mendapat simpati dari warga kelas. Lebih daripada itu, mereka mendapat dukungan penuh.

Hanya, kalau dalam realitasnya ternyata masih dijumpai kasus seperti di atas, maka dapat diduga bahwa kelangsungan pengelolaan  pendidikan di sekolah selama ini belum sepenuhnya memihak siswa putri seperti halnya terhadap siswa putra.

Hal itu semakin diperkuat dengan ketika kami, kesiswaan, melakukan pemilihan ketua organisasi siswa intra sekolah (OSIS). Langkah awal, kesiswaan mengadakan observasi terhadap beberapa siswa yang dipandang tepat menduduki calon ketua OSIS.

Sepuluh siswa terseleksi di tahap observasi. Langkah berikutnya, debat kelompok. Seleksi di tahap debat ini menyisakan enam siswa. Enam siswa, lima putri dan satu putra, ini yang kelak menjadi pengurus inti OSIS.

Selanjutnya, untuk memilih tiga calon ketua OSIS dari enam tersebut, kesiswaan melakukan wawancara dan akhirnya didapatkan dua putri dan satu putra.

Jika diperingkat, dua putri menduduki peringkat pertama dan kedua. Satu putra menduduki peringkat ketiga.

Tiga calon ketua OSIS tersebut yang dibawa ke tahap pemilihan langsung sebelum terlebih dahulu mereka menyampaikan visi dan misi pada saat upacara bendera di hadapan semua siswa, guru, dan karyawan.

Pemilihan langsung ketua OSIS diikuti oleh semua siswa, guru, dan karyawan sebagai pemilih. Mereka memiliki hak suara.

Prosesnya dilakukan seperti pemilihan umum (pemilu) sebenarnya. Hasil terakhir yang terbanyak dipilih melalui surat suara adalah siswa putra. Padahal, ia hanya peringkat ketiga dari hasil wawancara.

Dan juga jumlah siswa putri lebih banyak daripada putra. Jumlah guru dan karyawan wanita pun lebih banyak ketimbang guru dan karyawan laki-laki. Jelasnya, jumlah pemilih berjenis kelamin putri lebih banyak daripada putra.

Namun toh demikian, yang terpilih menjadi ketua OSIS siswa putra, bukan siswa putri. Yang, secara hitung-hitungan siswa putri lebih unggul.

Saya (sendiri) merasa kaget mengetahui hasil ini. Tidak sesuai dengan ekspektasi saya. Karena, sejak tahap awal pun, maaf, kami --kesiswaan (yang terdiri atas lima guru)-- sudah menjagokan siswa putri, terutama yang peringkat pertama di tahap wawancara.

Di sekolah tempat saya mengajar memang pernah OSIS-nya dibidani oleh siswa putri. Itu lima belas tahun silam. Sejak waktu itu hingga kini, kalau dihitung berarti ada empat belas kali ketua OSIS siswa putra dan hanya sekali ketua OSIS siswa putri.

Saya tidak mengetahui hal seperti itu di sekolah lain, baik di SMP maupun SMA/SMK dan yang sederajat. Apakah sama atau tidak dengan yang terjadi di sekolah tempat saya mengabdi? Saya pun juga tidak mengetahui hal sejenis itu di tingkat perguruan tinggi.

Kalau ternyata kepemimpinan dalam organisasi siswa dan mahasiswa gambarannya persis seperti yang terjadi selama ini di sekolah tempat saya mengajar, maka saya tidak salah persepsi bahwa memang benar  alpha female belum mendapat ruang secara proporsional untuk tumbuh kembang sejak di bangku sekolah (baca: pendidikan).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun