Hanya, sering kebijakan tersebut dipahami oleh sebagian orangtua secara apa adanya. Tanpa melihat keberadaan anaknya, tepat atau tidak anaknya mengenyam pendidikan di sekolah tersebut.
Karena, saya membayangkan bahwa bisa-bisa siswa yang sudah saya paparkan keberadaannya di awal tulisan ini merupakan keputusan kurang tepat orangtua dalam memilihkan pendidikan bagi anaknya.
Kekurangtepatan tersebut dapat disebabkan oleh setidaknya dua faktor. Yaitu, ketidaktahuan dan kesengajaan orangtua.
Ketidaktahuan atau keterbatasan pengetahuan orangtua dapat saja akhirnya memunculkan sikap "memudahkan". Artinya, yang terpenting anak sekolah seperti anak-anak tetanggga.
Toh memang ada kemudahan dari sekolah karena sistem yang dibuat -seperti yang sudah disebut di atas- adanya jalur zonasi.
Namun, orangtua dalam kelompok yang ini dipastikan lebih mudah diajak mendiskusikan anaknya jika pada masa perkembangan anaknya membutuhkan perhatian lebih khusus dan serius karena ketidaktahuannya itu.
Sehingga, jika kemudian ditemukan ada tanda-tanda pada anaknya seperti siswa yang sudah disebutkan di awal tulisan ini, ia (baca: orangtua) sangat mungkin mau bersama-sama dengan sekolah memikirkan tindak lanjut pendidikan yang lebih tepat bagi anaknya.
Oleh karena itu, sekolah perlu membuka diri dan mendampingi orangtua tersebut hingga menemukan solusi yang terbaik bagi pendidikan anak tersebut. Misalnya, sekolah mendiskusikan dengan orangtua bahwa ada pendidikan yang tepat bagi anak bersangkutan.
Sebab, boleh jadi orangtua kurang tepat memilihkan pendidikan bagi anaknya karena memang orangtua belum mengetahui bahwa pendidikan itu ada pilihan. Ada pendidikan reguler, inklusi, dan khusus. Agaknya penting bagi pemerintah menyosialisasikannya kepada masyarakat mengenai hal ini.
Sekadar saya catatkan, di dalam rri co.id, ditegaskan bahwa pendidikan (baca: sekolah) reguler merupakan sekolah yang hanya menyediakan program umum, tidak menyediakan program bagi anak berkebutuhan khusus (ABK).
Sekolah inklusi merupakan sekolah yang menyediakan program untuk berbagai ABK, sehingga ada program pilihan sesuai kebutuhan anak. Dengan begitu, ABK di sekolah inklusi dapat berinteraksi dengan banyak anak dari berbagai latar belakang kebutuhan.