Sehingga, yang terbentuk dalam diri orang kemudian ingin memiliki, menguasai, sewenang-wenang, menyingkirkan pihak lain, dan mementingkan diri sendiri. Bahkan, bukan mustahil lahir sikap sombong dan hedonis.
Dalam keberadaan lingkungan seperti itu, diakui atau tidak, anak bisa saja terpengaruh. Apalagi jika keluarga, dalam hal ini orangtua, memberi kemudahan. Salah satunya, keinginan anak selalu dipenuhi. Tentu saja anak merasa menemukan habitat yang sesuai. Potensi buruknya akan tumbuh.
Boleh jadi Mario Dandy Satriyo salah satu contohnya. Anak yang terbentuk oleh lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun pergaulan yang mendukung potensi buruknya bertumbuh.  Keluarga menyediakan semua yang dinginkan, sementara lingkungan pergaulannya menerima  dengan semangat jiwa yang sama.
Anak-anak yang serupa Mario Dandy Satriyo tentu ada. Entah berapa banyak, kita sulit menghitungnya. Mereka adalah anak-anak yang sangat dicintai oleh orangtuanya.
Hanya, orangtua mereka mencintainya dengan sentuhan harta dan melupakan sentuhan jiwa. Jadi, Mario Dandy Satriyo dan anak-anak lain yang serupanya merupakan korban ajaran cinta yang tersesat dari orangtua.
Sikap orangtua
Itu sebabnya, sudah seharusnya orangtua, lebih-lebih yang berlimpah harta, mencintai anak secara seimbang. Tidak sebatas mencintai dengan harta, tetapi lebih daripada itu harus mencintai dengan jiwa.
Sebab, sudah banyak kita saksikan orangtua yang mencintai anaknya dengan harta, tetapi mengabaikan mencintai dengan jiwa, ujung-ujungnya menimbulkan rasa malu terhadap orangtua dan keluarga.
Mungkin peristiwa tersebut tidak semua bisa diketahui publik secara nasional, bahkan internasional, karena tidak semua bersumber dari keluarga pejabat yang terpandang atau publik figur. Bisa-bisa mereka dari keluarga biasa, tetapi berlimpah harta.
Yang disebut terakhir, rasa malu orangtua dan keluarga akibat anak yang salah asuh --karena hanya dicintai dengan harta--- tidak akan viral. Paling-paling hanya tersiar di kalangan terbatas. Mungkin hanya sebatas keluarga, saudara, sejauh-jauhnya lingkungan.
Namun, baik yang viral maupun tersiar terbatas, di baliknya, anak tetap menjadi korban. Dalam kasus Mario Dandy Satriyo, misalnya, ia harus di-DO dari kampusnya yang dapat dipahami sebagai eksekusi.