Tentu dengan maksud agar guru membantu menasihati anak bersangkutan. Orangtua biasanya menyampaikan pemikiran bahwa anak akan lebih menurut dinasihati oleh guru ketimbang orangtua. Harapannya si anak menjadi pribadi yang lebih baik.
[Benar bahwa akhirnya guru BK memberi nasihat kepada anak yang bersangkutan. Yang umumnya diawali dengan anak diajak bercerita tentang kehidupannya sehari-hari, baik di rumah, di lingkungan, maupun relasi dengan teman-teman sekolah dan guru. Dari situ, guru BK menuntun anak untuk berubah yang lebih baik.
Tetapi, sejauh saya mengikuti program guru BK mengenai kasus seperti itu, tidak semua anak bisa berubah. Artinya, ada anak yang bisa berubah. Tetapi, ada juga yang sebentar berubah, selanjutnya kembali seperti semula. Terkait dengan yang disebut terakhir ini, orangtua sering bolak-balik ke sekolah berkonsultasi.]
Dalam hal orangtua berlimpah harta yang kemudian ditemukan anaknya tidak peduli, mencintai, dan menghargai sesama, boleh jadi orangtua ini mengajarkan cinta hanya sebatas melalui hartanya. Anak hanya dicukupi kebutuhan materinya. Tidak kebutuhan rohani, mental, dan spiritual.
Dalam praktiknya yang penting adalah ketika kebutuhan bahkan keinginan anak terpenuhi, dipandang  sudah beres. Apalagi jika sang anak ketika kebutuhan bahkan keinginannya itu sudah terpenuhi merasa nyaman dan aman, tentu dianggap tidak lagi ada persoalan.
Tentu orangtua yang demikian memandang bahwa mencintai anak cukup dengan harta. Sang anak terlihat senang gembira, pun orangtua turut senang gembira. Baginya, itu wujud cinta untuk anak.
Secara umum memang begitu anak-anak. Senang dengan uang, benda, dan kemewahan. Sangat jarang, atau bahkan tidak ada, anak yang menolak uang, benda, dan kemewahan. Berangkat ke sekolah tidak diberi uang saku saja, rerata anak-anak kehilangan semangat belajarnya.
Sejujurnya tidak hanya anak yang memiliki sikap seperti itu. Kita, orang yang dewasa, pun suka dengan uang, benda, dan kemewahan. Mungkin tidak ada satu pun orang dewasa yang menolak uang, benda, dan kemewahan.
Contoh yang paling sederhana adalah ada kecenderungan semua orang, termasuk orangtua (baca: orang dewasa), senang ada doorprize ketika mengikuti kegiatan daripada tidak ada. Oleh karenanya, sering-sering kegiatan ramai diikuti banyak orang kalau ada doorprize-nya. Kalau tidak ada doorprize-nya, sepi pengikut.
Orientasi seperti itu yang sangat terlihat dalam kehidupan  masa sekarang. Baik di kalangan orang dewasa maupun anak-anak. Akhirnya, orang kurang mementingkan esensi kegiatannya, misalnya bersosialisasi antarsesama, keakraban, empati, saling menghormati, dan saling membantu.