Dalam kondisi kelas seperti itu, guru akhirnya dapat memersuasi anak yang membolos melalui teman satu kelasnya. Tidak perlu banyak siswa. Satu siswa saja bisa. Khususkan bagi siswa yang paling dekat dengan anak yang membolos.
Karena siswa yang paling dekat umumnya memiliki hubungan khusus. Mungkin teman bermain, teman sehobi, atau teman kongko. Mereka lazimnya  masih saling berkomunikasi, bahkan bermain ke rumah.
Jadi sangat mudah bagi teman dekat untuk masuk ke dalam suasana hatinya. Ia pasti terbuka. Malahan teman dekat bisa saja menjadi tempat mencurahkan seluruh isi hatinya.
Celah ini yang dapat diberdayakan oleh guru untuk memersuasi. Sebab, guru tidak mudah untuk masuk sendiri ke dalam suasana hati anak yang dimaksud. Ia mungkin sudah merasa malu dan takut.
Maka, teman dekat adalah satu-satunya jalan untuk memersuasi. Cukup sederhana pesan yang disampaikan. Misalnya, "Pak A menanyakan kamu, lho". Apalagi kalau ditambahi ini, misalnya, "Tidak sekali, tapi Pak A berkali-kali tanyanya tentang kamu".
Pengalaman seperti itu pernah saya lakukan. Dan, ternyata jitu. Sangat efektif. Sebab, sehari setelah kurir memersuasi, anak didik kami yang membolos, masuk sekolah. Ini tidak sulapan. Ada proses yang dilewati dan logis.
Mungkin ada juga teman guru yang pernah mempraktikkan untuk siswa didik yang dirindu kedatangannya di ruang belajar. Atau, mungkin dengan cara lain dalam memersuasinya. Ini sangat berjasa. Sebab, siswa yang dirindu itu akhirnya kembali masuk sekolah.
Menjadi guru yang mau menyikapi secara positif siswa yang sering membolos, lebih menjamin masa depannya. Sebaliknya, menjadi guru menyikapinya secara cuek dan mengutukinya tidak menjamin masa depannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H