Saya pernah menemukan salah satu siswa di kelas tempat saya mengajar yang boleh digolongkan ke  ragam sering membolos. Guru-guru yang lain, terutama yang mengajar di kelas tersebut, juga mengetahuinya. Mereka juga menyebut anak tersebut sering membolos.
Sikap guru
Mengenai hal tersebut selalu muncul sikap yang beragam dari para guru. Ada guru yang biasa saja menyikapinya. Tanpa memikirkan anak tersebut. Yang penting melakukan tugas di kelas tersebut seperti biasanya.
Akan tetapi, ada juga guru yang menyikapinya secara negatif. Guru marah dan memandang buruk terhadap anak tersebut. Masih lebih baik kalau sikap negatif itu hanya disimpan di dalam hati. Kalau sampai keluar di depan siswa lain, tentu buruk dampaknya.
Selain itu, ada juga guru yang menyikapi secara positif. Guru ragam ini memandang persoalan tersebut sebagai ujian yang harus diselesaikan. Tidak mengabaikan dan mengutukinya.
Guru yang memandang persoalan tersebut sebagai ujian, tentu akan memikirkan dan merenungkannya. Dan, memanfaatkan hasil pemikiran dan perenungannya itu untuk sebuah kemajuan (pendidikan) anak-anak.
Maka, sangat mungkin kita melihat teman guru yang memanfaatkan sebagian kecil jam mengajarnya untuk kepentingan itu. Yaitu, membagikan hasil pemikiran dan perenungannya tersebut di depan kelas di hadapan siswanya.
Tentu saja hal itu dilakukan ketika siswa yang menjadi sumber pemikiran dan perenungannya tidak masuk sekolah. Mungkin  saat ia sedang membolos. Momen seperti ini justru efektif untuk berbagi.
Siswa dalam satu kelasnya akhirnya dapat terlibat memikirkan dan merenungkannya. Ini salah satu cara bagi guru mengajak siswanya berefleksi. Memikirkan dan merenungkan persoalan yang dihadapi temannya untuk direfleksikan terhadap dirinya.
Proses tersebut akan mengarahkan pikiran dan emosi siswa lebih terkontrol. Lebih bisa fokus. Dan, bukan mustahil kondisi tersebut membawa mereka ke sikap kesetiakawanan yang semakin mendalam. Sehingga, timbul rasa kurang lengkap jika ada satu saja temannya tidak ada.
Kurir memersuasi