Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pendokumentasian Saat Kematian Anggota Keluarga, Untuk Apa?

24 Januari 2023   23:30 Diperbarui: 27 Januari 2023   16:45 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari yang lalu, saya melayat ke rumah  salah seorang teman karena ibunya meninggal. Meninggalnya dalam usia sudah sangat tua. Hampir seratus tahun. Pada waktu itu saya melihat ada aktivitas pemotretan di area pelayat berada.

Pemotretnya bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk mengabadikan pelayat. Saya dalam himpunan pelayat yang lain termasuk yang dipotret.

Sebetulnya, saya sering melihat aktivitas seperti itu. Tentu saja di beberapa kesempatan saat melayat. Tetapi, ada juga pada kesempatan serupa di tempat lain tidak ada pemotretan.

Memang begitu kenyataannya. Ada keluarga yang mendokumentasikan kematian anggota keluarga; ada juga yang tidak. Ada tidaknya tergantung keluarga.

Mungkin ada keluarga yang menganggap penting mendokumentasikannya. Tatapi, ada juga keluarga yang menganggap mendokumentasikan hal tersebut kurang penting.

Selain itu, tergantung juga pada tingkat kemampuan keluarga. Keluarga mampu bisa melakukannya, tetapi keluarga yang kurang mampu tentu saja tidak melakukannya. Toh begitu, tidak semua keluarga mampu  melakukannya.

Saat pemotretan

Pemotretan dilakukan saat jenazah masih di rumah. Misalnya, saat ibadah pemberangkatan jenazah, yang dihadiri banyak pelayat (umat).

Pemotret memotret sesuai dengan kebutuhannya. Kamera  diarahkan ke sasaran tertentu yang dipandang baik untuk dipotret. Berpindah dari satu sudut ke sudut yang lain.

Pemotretan tidak hanya dilakukan ketika ibadah pemberangkatan jenazah. Ketika pelayat memberi penghormatan terakhir kepada jenazah pun ada pemotretan.

Pemotret berada di dekat peti jenazah. Sehingga, ia leluasa mengarahkan kamera kepada barisan pelayat yang mencurahkan minyak ke jenazah. Keadaan peti masih terbuka.

Selain itu, saat ibadah di pemakaman, pemotret juga memotret sasaran. Bergerak dari satu posisi ke posisi lain sesuai yang dibutuhkan. 

Secara khusus, biasanya keluarga, saudara, kelompok/komunitas saat almarhum masih hidup, tetangga, teman dekat, dan kolega mengikuti sesi foto di pusara jenazah. Secara bergantian.

Bahkan, pernah suatu saat saya melayat, ada aktivitas penyotingan di sepanjang jalan yang dilewati iring-iringan pengantar jenazah dari rumah duka hingga lokasi pemakaman.

Seingat saya, penyoting-nya membonceng motor menghadap ke belakang.  Sehingga, ia leluasa  mengambil posisi saat menyoting. Selama saya ikut mengantar jenazah ke pemakaman, baru sekali itu   ada aktivitas penyotingan.

Penyotingan dilakukan juga saat jenazah masih di rumah duka. Pun demikian ketika proses di pemakaman, aktivitas penyotingan juga dilaksanakan. Yang pernah saya lihat, mulai dari ibadah singkat (di pemakaman) hingga jenazah dimasukkan ke liang kubur dan penimbunan tanah, ada dalam sorotan kamera.

Saya percaya hal yang pernah saya lihat tersebut pernah juga dilakukan di tempat lain. Baik yang sebatas memotret maupun mendokumentasikannya lewat penyotingan. Akan tetapi, saya percaya ada  pula sekalipun yang meninggal dari keluarga (sangat) mampu, aktivitas di atas tidak dilakukan.

Itu realitas yang bisa kita jumpai di masyarakat. Ada yang mengabadikannya lewat kamera, tetapi ada juga yang tidak. Yang, sangat mungkin dipengaruhi oleh banyak faktor. Misalnya, faktor adat, budaya, keyakinan, sosial-ekonomi, dan sikap hidup. Perbedaan itu yang hingga kini tetap berlangsung dan terjaga. Jadinya aman dan nyaman.

Ada yang berbeda

Sejauh pengetahuan saya, aktivitas pemotretan selalu dilakukan dalam acara pernikahan. Bahkan, di zaman sekarang, baru persiapan pernikahan saja sudah ada sesi pemotretan. Ini dilakukan, selain hasil pemotretan dimanfaatkan untuk ilustrasi dalam kertas undangan, juga untuk banner yang biasanya dipasang di lokasi acara pernikahan.

Baik keluarga mampu maupun kurang mampu, pemotretan saat pernikahan seperti aktivitas wajib. Karena itu selalu diusahakan. Dalam rapat keluarga, misalnya, bagian ini termasuk bagian penting yang dibicarakan. Pembicaraannya disejajarkan  dengan konsumsi, rias, dan perangkat sound.

Dan, biasanya antara penata rias pengantin dan pemotret menjadi satu paket. Keduanya ada bersama-sama. Ada rias, ada pemotretan.

Jadi, pemotretan boleh disebut sebagai unsur utama dalam acara pernikahan. Apalagi jika dikaitkan dengan ungkapan pertanyaan ini: untuk apa merias  kalau tidak untuk dipotret?

Itu yang membedakan pemotretan di dalam acara pernikahan dan kematian. Pemotretan dalam pernikahan (seakan) wajib adanya. Sedangkan, pemotretan dalam kematian  mana suka adanya. Sekarang, tidak cukup dengan pemotretan, acara pernikahan bahkan dilengkapi juga dengan penyotingan.

Jadi, acara pernikahan di desa atau di kota; dalam keluarga mampu atau kurang mampu; pada musim hujan atau kemarau; berbeda adat atau sama; berbeda agama atau sama, semua membutuhkan jasa pemotretan dan/atau penyotingan.

Hal tersebut setali tiga uang dengan acara ulang tahun. Baik ulang tahun anak-anak, pemuda, maupun dewasa, bahkan usia lanjut, pemotretan dan/atau penyotingan boleh dibilang selalu dilakukan. Sepertinya wajib ada.

Investasi kekerabatan dan refleksi

Hasil pemotretan dan/atau penyotingan acara pernikahan dan ulang tahun lebih untuk meninggalkan kenangan manis. Sebab, isinya dokumentasi rasa bahagia.

Yaitu, atas penyatuan dua insan membentuk keluarga baru dan usia bertambah. Yang, berarti pula anugerah dari Tuhan dialami. Responnya, rasa syukur yang diungkapkan secara bersama-sama.

Sementara itu, hasil pemotretan dan/atau penyotingan saat kematian anggota keluarga tentu tidak untuk mengingat-ingat rasa duka cita ketika kehilangan anggota keluarga.

Tetapi, dapat dimaknai sebagai  investasi kekerabatan. Kekayaan kekeluargaan, terutama bagi generasi mendatang.   Generasi baru hingga terkemudian ketika melihatnya (potret dan video), akan mengetahui bahwa (ternyata) mereka memiliki banyak kerabat.

Dan, bukan mustahil mereka kemudian berusaha mempererat (kembali) relasi kekerabatan, yang boleh jadi selama ini renggang karena ketidaktahuan. Melalui potret dan/video, mereka menemukan kekayaan kekerabatan.

Apalagi yang sering terjadi saat ada peristiwa kematian, kerabat berkumpul. Umumnya, keberadaannya lebih lengkap daripada ketika ada pesta pernikahan atau ulang tahun. Sehingga, terdokumentasi lengkap.

Hal itu selaras dengan semangat ungkapan ini. "Tidak datang saat bahagia tidak menyedihkan, tetapi tidak datang saat ada kedukaan sangat menyedihkan". Diakui atau tidak, ungkapan tersebut mendorong orang sedapat mungkin mewujudkannya.

Maka, dokumentasi, baik potret maupun video saat kematian, dapat menjadi sumber kerabat besar terjalin kembali. Ini yang sebetulnya kekayaan yang lebih berharga daripada harta benda. Sebab, kerabat adalah raga dan jiwa.

Selain itu, potret dan/atau video saat kematian dapat juga untuk refleksi dalam kehidupan. Bahwa ada kehidupan pasti ada kematian. Refleksi demikian dapat meningkatkan keimanan seseorang.

Dengan demikian,  potret dan/atau video saat kematian dapat digunakan oleh siapa pun. Tidak hanya untuk refleksi generasi mendatang dan yang terkemudian. Tetapi, dapat juga untuk generasi terdahulu yang masih menikmati kehidupan.

Melihat potret dan/atau video saat kematian anggota keluarga dapat menuntun generasi yang masih hidup menuju "jalan" benar yang disediakan Sang Khalik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun