Kami, saya dan satu teman guru, sedang duduk di kursi luar di depan ruang guru. Kami menunggu bel tanda masuk ke ruang ujian dibunyikan. Sekolah kami sedang melaksanakan ujian. Tinggal beberapa menit bel berbunyi. Tetapi, masih ada satu siswa yang baru datang.
Ia tidak terlambat. Hanya, sepertinya, ia paling akhir tiba di sekolah. Ia melintas agak jauh dari kami. Mungkin merasa malu, atau takut jika kami tegur.
Kami tidak bermaksud memanggilnya pada awalnya. Tetapi, begitu mata kami melihat sol sepatu yang dikenakan jebol dan tidak berkaus kaki, akhirnya kami memanggilnya.
Ia mendekat kepada kami. Ia tidak terlihat takut. Biasa saja. Mungkin salah satunya karena beberapa bulan yang lalu, ia sudah pernah  bercakap-cakap dengan saya mengenai dirinya. Jadi, sudah ada aura keakraban.
Ya, ketika itu, ia mengendarai motor saat berangkat ke sekolah. Padahal, sekolah tidak mengizinkan. Karena siswa belum memiliki surat izin mengemudi (SIM). Siswa hanya boleh diantar. Atau, menaiki sepeda onthel dan berjalan kaki. Karena pelanggaran itu, saya mengajaknya mempercakapkan pelanggarannya. Â
Dalam momen tersebut, saya mendapatkan banyak informasi penting mengenai dirinya. Ia mengatakan bahwa ibunya  sudah meninggal. Ayahnya menikah lagi. Ia merasa kurang mendapat perhatian. Selama ini, ia ikut dan bekerja di gerai HP omnya.
Motor yang dikendarai (ternyata) milik omnya. Omnya mengizinkan ia mengendarai motor waktu itu karena kalau berjalan kaki, ia pasti terlambat tiba di sekolah. Sementara, omnya tidak sempat mengantar. Juga tidak menaiki sepeda onthel karena ia tidak memilikinya.
Dan, saya akhirnya mengetahui aktivitasnya sehari-hari setelah pulang sekolah dan pada saat libur. Ia ikut bekerja omnya, tidak hanya menjaga gerai HP, tetapi juga bertugas  mengambil HP bekas hingga di luar kota. Pantas ia pintar mengendarai motor.
Saat itu, saya pun mendapat tambahan informasi tentangnya dari salah satu teman guru. Yang, ketika ia Kelas VIII, teman guru saya ini mengajarnya. Cerita teman guru ini  menambah keyakinan saya mengenai keberadaan anak tersebut.
Keberadaan mengenai siswa kami itulah yang kemudian saya ceritakan kepada teman yang duduk di kursi luar depan ruang guru bersama saya, saat menunggu bel tanda masuk ujian dibunyikan.