Selama ini di sekolah sudah ada usaha kesehatan sekolah (UKS). Yaitu, bagian yang memberi dan menyediakan layanan kesehatan bagi warga sekolah. Tapi, belum berfungsi secara maksimal. Sebab, UKS hanya dikelola oleh guru dan beberapa siswa.
Memang, siswa yang ambil bagian dalam pengelolaan UKS umumnya sudah mengetahui cara memberi pelayanan kesehatan. Tapi, itu sangat terbatas. Karena pengetahuan tersebut diperoleh lewat kegiatan  ekstrakurikuler palang merah remaja (PMR).
Lazimnya, pembina ekstrakurikuler PMR adalah guru, bukan tenaga kesehatan. Sayangnya, guru yang membina ekstrakurikuler PMR belajar secara mandiri untuk mengetahui seluk-beluk pelayanan kesehatan. Pun demikian untuk mengetahui fungsi obat-obatan yang tersedia di UKS, guru pembina ekstrakurikuler PMR belajar sendiri.
Bagaimana pun belajar mandiri memiliki keterbatasan, apalagi hal yang dipelajari tak pernah diperoleh di bangku kuliah. Jadi, mau tak mau, belajar mulai dari nol, sedikit demi sedikit. Toh begitu, tak mudah untuk menguasainya.
Hal tersebut tentu wajar, sebab guru tersebut memiliki tugas dobel. Ia memiliki tugas dan fungsi sebagai pendidik dan pengajar untuk mata pelajaran (mapel) yang diampunya, selain mengelola UKS.
Siapa pun pasti mengalami kelelahan menjalani dua tugas yang sama-sama pentingnya bukanlah pekerjaan mudah. Pikiran, tenaga, dan waktu tentu terkuras untuk kepentingan dua hal tersebut, sehingga sangat mungkin hasilnya tak maksimal.
Tapi, karena guru yang bersangkutan mengampu mapel sebagai tugas pokok di sekolah, sebagai pembina ekstrakurikuler PMR boleh jadi dilakukan "sambil lalu".
Oleh karena itu, UKS di sebagian besar sekolah kurang berkembang dengan baik. Realitas itu terutama terjadi di sekolah-sekolah negeri.
Di sekolah swasta sepertinya agak berbeda. Dulu, ketika saya masih mengajar di salah satu SMA swasta di Surabaya milik sebuah yayasan pendidikan, perihal pelayanan kesehatan untuk warga sekolah merupakan bagian penting yang mendapat perhatian khusus.
Sebab, di SMA Â tersebut difasilitasi tenaga dokter. Kebetulan yayasan pendidikan tersebut membina SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi (PT). Setiap warga sekolah, baik guru, karyawan, maupun siswa memiliki kartu kesehatan yang disediakan oleh sekolah.