Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Anak Jadi Relawan, Orangtua Juga Harus Rela(wan)

6 Februari 2022   16:29 Diperbarui: 7 Februari 2022   11:35 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Mendampingi anak-anak korban gempa bumi Lombok. (Sumber: dokumentasi pribadi)

Apakah berarti saya tak khawatir. Saya khawatir juga. Tapi, pertumbuhan anak tak boleh hanya dihambat oleh rasa khawatir.

Dengan berbagai pertimbangan yang saya perolah dari banyak sumber, saya dapat mengontrol rasa khawatir. Ini yang memungkinkan pertumbuhan kompetensi si sulung tetap mendapat ruang tanpa terhambat oleh rasa khawatir saya.

Lantaran berbeda dengan sikap istri, pikiran saya sedikit terganggu. Sehingga, muncul pertanyaan, apakah memang begitu setiap ibu berkeputusan?

Begitu protektif terhadap anak dan tak mempertimbangkan sisi-sisi positif yang berguna bagi pertumbuhan anak. Mungkin sebagian ibu berpendirian begitu ya.

Tapi, saya yakin, sebagian ibu yang lain berpikir berbeda. Artinya, mereka mengizinkan anak, andaikan anaknya ambil peran dalam praktik-praktik kemanusiaan walaupun ada risiko. Yang, tentu saja didahului dengan mempertimbangkan risiko yang mungkin terjadi.

Jadi, kalau ada pemahaman bahwa seorang ibu (baca: wanita) cenderung mengandalkan perasaan; sementara seorang ayah (baca: laki-laki) mengandalkan logika, tidak sepenuhnya benar.

Sekalipun ada riset yang menyatakan bahwa perempuan lebih memberdayakan perasaan, sedangkan laki-laki lebih memberdayakan otak. Riset ini dilakukan oleh peneliti di University of Basel di Switzerland (nationalgeographic.co.id).

Namun, sepengetahuan saya dalam kenyataan sehari-hari tak sedikit wanita yang mengandalkan kerja otak daripada perasaan. Hal itu dapat ditemukan, misalnya, ada banyak kaum hawa yang menjadi pejabat, baik di pemerintahan maupun swasta. Bukankah profesi tersebut menempatkan kerja otak lebih dominan daripada perasaan?

Menurut Ridwan Kamil, pada 2021 di Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jawa Barat (Jabar), 33 persen pejabat struktural dipegang oleh perempuan. Angka itu meningkat dari tahun sebelumnya, yakni 28 persen (jabarprov.go.id).

Saya rasa, gambaran peran perempuan di pemda (baca: daerah) yang lain lebih-kurang sama dengan yang ada di Pemda Provinsi Jabar. Pasalnya, pengarusutamaan gender merupakan bagian penting dalam pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) di setiap pembangunan, baik di pemerintah pusat maupun pemda.

Saya bersyukur, sekalipun istri bukan seorang pejabat dan bukan pula mengerti pengarusutamaan gender, akhirnya mengubah cara pandang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun