Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Konvoi Mobil Mewah Mencederai Pendidikan Karakter Anak-anak

1 Februari 2022   10:38 Diperbarui: 1 Februari 2022   18:53 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi konvoi mobil mewah di jalan tol yang melanggar aturan berlalu lintas. (Sumber: TMC Polda Metro via Kompas.com)

Siapa pun berhak mengaktualisasikan dirinya. Hanya, aktualisasi diri yang merugikan pihak lain, tak baik. Sebab, pihak lain juga memiliki hak yang harus dihormati dan dihargai.

Oleh karena itu, dalam mengaktualisasikan diri tetap memerlukan kontrol diri. Sehingga, tak sampai merugikan pihak lain. Justru, semestinya aktualisasi diri membuat pihak lain merasa senang, takjub, dan terhibur.

Orang yang beraktualisasi diri dengan membuat pihak lain merasa senang, takjub, dan terhibur berarti orang itu telah berbagi kebaikan. Oleh karena itu, ia layak menjadi teladan bagi banyak orang.

Menjadi teladan bagi banyak orang merupakan bagian dari pendidikan karakter. Karena, salah satu cara implementasi pendidikan karakter adalah melalui memberi teladan atau contoh.

Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Reza Armin Abdillah Dalimunthe, mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, yang mencatat bahwa pendidikan karakter dapat dilakukan dengan beberapa cara.

Cara-cara tersebut adalah pengintegrasian nilai dan etika pada mata pelajaran, internalisasi nilai positif yang ditanamkan oleh semua warga sekolah, pembiasaan dan latihan, pemberian contoh dan teladan, penciptaan suasana berkarakter di sekolah, serta pembudayaan.

Merujuk hasil penelitian tersebut, memberi contoh dan teladan bukan satu-satunya cara melakukan pendidikan karakter. Tapi, betapa pun, pemberian contoh dan teladan, berdasarkan pengalaman dan sepengetahuan saya, merupakan cara yang didukung oleh sebagian banyak orang.

Anda dapat membuktikannya dengan menanyakannya kepada suami atau istri, saudara, kolega, tetangga, atau pemimpin Anda di tempat bekerja. Saya yakin, mereka akan memberikan jawaban yang setidaknya mirip, yaitu pembentukan karakter lebih cocok dilakukan dengan cara memberi teladan dan contoh.

Maka, saya sangat prihatin membaca berita tentang konvoi mobil mewah di jalan tol yang melanggar aturan. Mereka tak ditilang hanya karena bersikap sopan dan kooperatif. Padahal, pelanggaran lalu lintas seharusnya ditilang. Apalagi, dalam kasus tersebut merugikan pengendara yang lain di jalan tol.

Dalam pandangan saya, masyarakat merupakan laboratorium pendidikan yang bersifat umum. Siapa pun, termasuk anak-anak, dapat mengamati, mencermati, dan memperbincangkan fenomena yang terjadi. Dan, kasus konvoi mobil mewah tersebut barangkali tak luput dari pengamatan, pencermatan, dan perbincangan mereka karena berada di ruang publik.

Baik mereka memperoleh dari video, berita di televisi, artikel bacaan, maupun cerita dari orang. Bahkan, mungkin ada di antara mereka yang menyaksikan secara langsung karena mereka bepergian bersama keluarga melewati jalan tol yang sama.

Saya menduga tatkala mereka mengetahui kasus tersebut, di kepala mereka tersimpan pemahaman yang, saya rasa, berdampak buruk terhadap mental mereka.

Sebab, mereka mengetahui terjadi pelanggaran, tapi dibiarkan oleh yang berwenang. Selain itu, mereka juga (akhirnya) mengetahui kemewahan yang dipertontonkan di tempat umum.

Teladan buruk

Dalam konteks itu ada tiga poin penting berkaitan dengan pendidikan karakter yang, patut disayangkan karena merupakan "teladan buruk", khususnya bagi anak-anak.

Pertama, pelanggaran. Konvoi mobil mewah di Jalan Tol KM 02.400 Andara (Jalan Tol Depok -- Antasari) berjalan lambat di bawah batas minimum. Karena, mereka mengambil dokumentasi. Yang, entah disadari atau tidak, aksi itu mengakibatkan pengendara lain terganggu.

Anda bayangkan, apa yang terekam di otak anak-anak kita mengenai hal itu. Yang terekam adalah orang boleh melanggar aturan, hukum, dan undang-undang. Ini teladan buruk bagi anak-anak.

Jadi, kalau anak-anak, generasi yang kita gadang-gadang (angankan) untuk meneruskan pembangunan bangsa ini melakukan pelanggaran di mana dan kapan pun, para peneladan buruk itu yang sejatinya merusak mental mereka. Jadi, mereka (baca: anak-anak) tak tepat disalahkan.

Memang harus diakui, begitu banyak orang dewasa melakukan pelanggaran di mana dan kapan pun yang dapat ditonton oleh anak-anak. Celakanya, orang-orang dewasa yang melakukan pelanggaran, yang tersiar di media bukan orang sembarangan. Mereka kebanyakan pejabat, yang seharusnya menjadi panutan. Ngeri bukan?

Kedua, adanya pembiaran. Ya, pembiaran. Seharusnya, tanpa pandang bulu, pelaku pelanggaran mendapat tindakan. Dalam kasus konvoi mobil mewah itu, para pelanggar tak ditilang. 

Di beberapa berita yang saya baca, menginformasikan bahwa mereka tak ditilang hanya karena mereka bersikap sopan dan kooperatif kepada petugas. Kok begitu ya?

Rasanya, tak selalu demikian dilakukan oleh petugas berkaitan dengan kasus-kasus pelanggaran yang pernah terjadi. Ah, entah, mungkin pilih-pilih ya. Kalau pelanggar yang sopan dan kooperatif diloloskan; sementara pelanggar yang tak sopan dan tak kooperatif ditilang. Atau, karena faktor lain? Ah, saya tak menyebutkan karena saya yakin Anda pasti sudah tahu sendiri. Hehehe!

Apa pun alasannya, hal itu teladan buruk bagi pendidikan karakter anak-anak. Sebab, yang namanya pelanggaran harus diberi tindakan, tak dibiarkan. Coba Anda renungkan, apa yang terpahat di kepala anak-anak tatkala melihat "tragedi" itu?

Yang terpahat di kepala mereka adalah, ah, petugas ketertiban saja tak tertib. Tak tegas. Pilih kasih. Tak berani bertindak sesuai tugas pokok dan fungsinya. Tapi, kok digaji ya? Bukankah ini yang namanya teladan buruk bagi anak-anak?

Dalam banyak hal di negeri ini terjadi hal yang serupa meskipun tak sama persis dengan kasus di atas. Ada petugas yang meringankan beban pelanggar karena pelanggar adalah teman, pejabat yang lebih tinggi, atau orang yang berduit.

Kalau anak-anak yang masih kecil sudah melakukan perilaku tak disiplin, tak bertanggung jawab, malas, dan suka berbohong, jangan dikira perilaku itu tanpa teladan. Mereka meniru perilaku buruk orang-orang (dewasa) yang ada di sekitarnya, baik secara langsung maupun melalui media. Memprihatinkan bukan?

Ketiga, mempertontonkan kemewahan. Ini sangat bertentangan dengan hidup sederhana dan rendah hati. Dalam kasus konvoi mobil mewah di jalan tol tersebut tak lepas dari gaya hidup mewah dan suka pamer.

Barangkali masih bisa dimaklumi tak bergaya hidup mewah dan tak suka pamer kalau ketika di jalan tol, konvoi mobil mewah berjalan dalam kecepatan yang wajar dan tak beraksi apa-apa.

Sudah berjalan pelan, ditambah (lagi) beraksi mengambil dokumentasi. Bukankah ini perilaku buruk yang bisa menjadi teladan bagi anak-anak?

Bergaya hidup mewah dan suka pamer mudah didapati oleh anak-anak di sekitar mereka. Mungkin dari temannya sendiri atau orang-orang dewasa di sekitar mereka.

Untuk hal yang ini saja tak mudah dikikis dari masyarakat pergaulan. Selalu ada dan bukan mustahil dapat menimbulkan kecemburuan sosial. Ah, kok ya, ada-ada saja kasus konvoi mobil mewah di jalan tol yang seperti itu. Ini seakan mau mengumumkan bahwa pamer kemewahan adalah biasa. Menyedihkan bukan?

Masakan guru berseteru dengan masyarakat

Saya, sebagai guru, sangat sedih. Sebab, sementara guru dituntut untuk membangun moral dan mental anak-anak, sementara di luar "sana" terlihat praktik-praktik hidup yang mencederai moral dan mental anak-anak.

Bukankah hal itu membuat tugas guru semakin berat? Sebab, teladan-teladan buruk yang dapat dilihat anak-anak di masyarakat justru seperti praktik di laboratorium yang mudah diingat anak-anak. Dan, mudah melekat di kepala mereka, yang bukan mustahil mereka cepat menirunya.

Kalau hal tersebut tak disadari oleh orang-orang yang lebih dewasa, maka jangan menyesal kalau kita akan menemukan generasi penerus yang tak lebih baik dari generasi sekarang. Sebab, sekuat apa pun berkarya, kalau tak mendapat dukungan dari masyarakat, guru akan roboh juga.

Masakan guru berseteru dengan masyarakat? Guru dan masyarakat bukankah sejak dulu partner kerja untuk mendidik anak-anak? Sebab, tiga pusat pendidikan, dua di antaranya adalah sekolah (guru) dan masyarakat.

Artinya, guru dan masyarakat berkarya bersama di bidang pendidikan, termasuk pendidikan karakter, untuk anak-anak. Jadi, sejatinya, baik buruknya anak-anak kita tergantung kerja baik sekolah dan masyarakat, juga (tentu saja) keluarga. Oleh karena itu, mari memberi teladan baik bagi anak-anak!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun