Saya menyilakannya memasuki rumah. Saya memberi tahu si ragil untuk menyambutnya juga. Kami akhirnya berbincang-bincang di ruang tamu. Tapi, jujur saja, saat itu saya agak tak konsentrasi. Pikiran saya terganggu. Sebab, waktu itu tepat waktunya makan siang.
Tak mungkin saya mengabaikan momen itu. Meniadakan makan bersama bulik, paklik, dan cucunya siang itu. Sementara, saya sendiri tak mengetahui istri saya memasak apa dan berapa banyak. Itu yang merisaukan saya.
Untung saja, paklik, ketika menuju ke meja makan dan membuka penutup makan, langsung berucap, "ini makanan enak". Padahal, di atas meja makan hanya tersaji terong sambal terasi, ikan belanak goreng, tahu goreng, dan sayur asam, tentu saja ada nasi.
Dan, ucapan paklik didukung oleh bulik, yang menyusul ke meja makan. Sepertinya, bulik sudah cukup senang terhadap sajian di atas meja makan kami. Saya melihat dari reaksinya.
Sempat beliau berucap bahwa saya tak perlu repot-repot. Mungkin beliau melihat sikap saya yang tak jenak. "Cukup, ini sudah luar biasa, kok" Â begitu kata bulik.
Tapi, hati saya tetap tak jenak. Sebab, sajian itu tak mungkin cukup untuk dimakan bersama. Karena, istri saya hanya memasak untuk saya, istri, dan si ragil. Hanya jatah untuk tiga orang.
Oleh karena itu, saya izin keluar. Paklik dan bulik tak mengizinkan  sebetulnya. Tapi, saya tetap saja keluar, mencari tambahan menu, setidaknya lauk.
Saya membeli ayam goreng yang ada lalapnya. Prosesnya cepat. Ayam goreng kesukaan kami sekeluarga. Paklik dan bulik pasti suka sebab ayam goreng ini terkenal di daerah kami. Dan, benar dugaan saya, paklik dan bulik sangat menyukainya karena ternyata mereka sudah mengenalnya.
Bulik, paklik, saya, dan si ragil, juga keponakan saya, cucu paklik dan bulik yang masih kanak-kanak, mulai mengitari meja makan. Mengatur kursi dan siap menyantap hidangan bersama.
O, ya, hampir lupa, di atas kompor masih ada sup jagung yang diberi irisan sosis dan suwir daging ayam. Sup masakan istri saya. Sup ini kesukaan si ragil. Saya juga suka. Sup akhirnya saya sajikan juga di atas meja.
Kami duduk mengitari meja makan. Siap menyantap hidangan yang apa adanya itu. Paklik dan bulik terlihat senang. Sepertinya, merasakan bahwa hidangan tersebut istimewa.