Mohon tunggu...
muhammad ali ma'sum
muhammad ali ma'sum Mohon Tunggu... -

penikmat kopi, pencuri sepi, dan pemikir yang tidak akan pernah berhenti berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Secangkir Kopi dan Sepotong Rindu

9 November 2015   10:56 Diperbarui: 9 November 2015   11:39 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Tidak terasa sudah tiga tahun sejak kepergianku meninggalkan kampung halaman demi mencari receh untuk keberlangsungan hidup dan untuk tabungan masa depanku. Aku tidak pernah menyesal, karena memang aku sadar aku harus melakukannya, demi bisa mendapatkan modal yang cukup untuk biaya resepsi dan membangun keluarga kecil bersamanya. Impian kecil yang kami bangun bersama kala itu, saat ini coba kami realisasikan dengan usaha masing-masing.

Benar saja, karena sampai detik ini kami masih berjuang bersama untuk impian kami. Setelah mendapat predikat sarjana, aku memutuskan untuk merantau kekota orang, dan dia masih melanjutkan pendidikannya karena kami terpaut tiga tahun. Namun saat ini dia sudah berhasil merampungkan masa studinya dan melanjutkan S2 Profesi karena cita-citanya memang bisa membuka praktek sendiri sebagai psikolog. Kami senang menjalaninya, tdak ada paksaan sama sekali dalam usaha ini, karena ini memang pilihan kami, meskipun kami harus mengalami keadaan yang mungkin bagi sebagian mereka yang berpasangan tidak diinginkan, yaitu Long Distance Relationship atau yang populer dikenal dengan LDR.

Kamar kecil berukuran 4x4 ini kini menjadi tempat pesakitanku. Tempat beristirahat setelah seharian bekerja, pun tempat ku bernostalgia dengan kenangan kenangan bersamanya, meski sesekali ketika aku senggang aku sempatkan menelponnya. Dipojok kamar aku taruh meja kecil dengan kursi sebagai senjataku menggarap laporan-laporan pekerjaan yang setiap hari pasti aku bawa pulang. Meja yang tak luput dari tumpukan buku masa kuliah sebagai referensi rumus kerja, laptop yang sudah bisa dikatakan lapuk dengan huruf keyboard yang hampir terhapus semua, dan cangkir kecil pemberiannya ketika perpisahan kami di bandara.

“mas, mamas hati hati ya disana”.

“iya dek, mamas hati hati kok, don’t be affraid”, sembari kubumbui senyuman kecil sebagai upaya pemberontakan untuk ar mata yang semakin mengembang dimata ini.

“adek gag bisa ngasih apa-apa mas, adek  hanya bisa ngasih kepercayaan, adek percaya mamas, adek yakin mamas akan berjuang disana demi impian kecil kita”.

Kulihat air mata kekasihku sudah tidak terbendung dan perlahan menetes, pun denganku, mulut ini tak kuasa melontarkan sepatah kata pun untuk menanggapi perkataannya. Hanya pelukan yang bisa kuberikan, dengan sigap kupeluk tubuh mungilnya, lalu kukumpulkan sedikit kekuatan untuk berbisik ditelinganya,

 “dek, terimakasih buat selama ini, mamas sayang adek, dan mamas berjanji akan berjuang mati-matian demi impian kecil kita, adek yang kuat yaa, nanti ada waktunya mamas datang kerumah adek beserta keluarga mas”.

seketika itu dia semakin tak kuasa menahan tangisnya seraya memperkuat pelukannya, tapi aku harus kuat, aku harus bisa menahan air mataku yang ingin tumpah, aku harus bisa memperlihatkan ketegaran supaya dia kuat. Tidak ada perpisahan yang yang biasa saja, apalagi bagi kami, karena hari hari sebelumnya bisa dikatakan tidak ada hari tanpa tidak ketemu, dan ini kami harus berpisah dalam waktu yang cukup lama.

Perlahan ia melepaskan pelukannya seraya kucoba menghapus air mata yang menetes lewat pipinya dengan tanganku. Setelah itu kulihat senyum kecil nan manis keluar dari bibir tipisnya.

“mas, ini adek ada barang untuk mamas, jangan dilihat harganya ya, dan jangan dibuka sebelum mamas sampai disana”. Katanya manja sembari menyodorkan bungkusan kecil yang diambilnya dari tasnya.

“iya, makasih ya dek, mas malah lupa gag ngasih apa-apa buat adek, hehe”

“gapapa mas, adek gag minta apapun kok, adek cuma minta mamas disana jaga kesehatan, jaga kepercayaan yang sudah adek berikan, dan tetep berjuang buat impian kecil kita ya mas.”

“syiaaaappp komandan, mamas berangkat ya dek, kasian pilotnya sudah nunggu itu, hehe”

Candaan yang coba kukeluarkan agar perpisahan ini tidak hanyut dalam nuansa haru. Kami pun tersenyum, dia salim cium tangan seperti biasanya, dan akhirnya aku bergegas ke pesawat dan meninggalkannya untuk sementara demi bersama setelahnya.

Perpisahan yang masih sangat jelas terekam hingga saat ini. Setiap detailnya masih tergambar sangat jelas di memoriku. Bahkan senyumnya, aku masih bisa melihatnya sampai saat ini. Bagaimana dengan pemberiannya? Aku hampir lupa..

Sesampainya dikamar baru, aku mulai membuka tas yang kubawa dan bermaksud untuk menatanya. Dan perhatianku langsung tertuju ke bungkusan kecil yang terselip dipojok kanan atas carrier ku, dan benar itu adalah pemberiannya.

Bungkusan kecil yang terbungkus rapi, dibungkus dengan kertas koran bekas, dan tanpa pita. Seperti itulah kekasihku, apa adanya meski sebenarnya ia termasuk dalam kasta orang berada, dan karena itu aku yakin untuk memilihnya.

Perlahan aku mulai membuka bungkusan kecil itu. Setelah kusobek koran yang membungkus, kutemukan kejutan lain, kotak kecil yang membungkus pun tak lain adalah kardus bekas mie instan yang ia bentuk menjadi sebuah kotak kecil persegi empat. “aneh aneh aja anak ini”, pikirku kala itu. Setelah kubuka kotak hadiah yang terbuat dari kardus bekas itu aku temukan satu buah cangkir dan segulung kecil tissue yang diikat dengan karet kecil.

Penasaran dengan tisuue nya, akupun membuka ikatan tissue yang tergulung rapi itu. Dan tepat seperti bayanganku, itu adalah surat yang ditulisnya untukku menggunakan tissue, yang isinya seperti ini..

“teruntuk calon imam dunia akhiratku

Senyum dulu toh mas sebelum baca, gag pernah kan selama ini mamas adek suratin, hehe..

Mas, terimakasih yaa, terimakasih untuk waktu yang selama ini mamas berikan untuk adek, terimakasih untuk semua pelajaran berharga yang selama ini mamas tak bosan ajarkan ke adek, dan terimakasih untuk kesediaan mamas menjadi tempat sampah ketika adek pengen cerita tentang masalah masalah adek.

Mas, maaf ya kalo adek hanya bisa memberikan ini, bungkusan kecil yang mungkin sebagian orang berpikir bungkusan tanpa modal, hehe...

Adek membungkusnya dengan kertas koran bekas bukan tanpa alasan mas, coba mamas baca artikel apa yang terdapat dikoran tersebut.. dibacanya nanti juga gapapa, adek tau kok kertas bungkusnya sudah mas sobek, iya kaan?..hehe

Adek membungkus ini dengan kardus bekas bukan karena adek gag bisa beli kotak hadiah yang mahal mas, tapi karena adek menyelipkan harapan didalamnya, adek kan tau mamas tipe orang yang ringan tangan dalam membeli barang, bahkan untuk barang barang yang termasuk barang unpriority. Makanya adek berharap dengan bungkus kardus bekas ini mamas bisa belajar buat ngerem itu, boleh beli barang, tapi lihat prioritasnya ya mas, kalo belum bener bener butuh dan masih ada barang yang bisa dipakai, jangan beli dulu..

Mas tau kenapa adek nulisnya make tissue? Hayoo kenapa..? mas ngerasa masih tempramen? Masih ngerasa sulit mengendalikan emosi? Jangan mengerutkan kening gitu tah bacanya..hehe. gapapa kok mas, tapi terus belajar buat mengendalikan ya mas, supaya nanti kalo mas jadi imamnya adek dan anak anak mamas bisa lembut, seperti tissue ini..ya mass :)

Ih jangan nangis gitu toh mas, jangan ikut-ikutan adek nangis, adek kan emang cengeng, tapi mas harus kuat, kan nahkoda keluarga, kalo gag kuat nanti kapal kita karam lho...hehe

Lanjut ya mas, maaf adek hanya bisa ngasih cangkir kecil ini buat mamas, gag bagus siih, tapi kan memang ini yang mamas suka, cangkir klasik yang terbuat dari bahan seng bercorak hijau loreng putih. Naah gitu senyuum, seneng kan mas.. adek nyarinya susah lho mas, hehe..

Setiap mas main kerumah pasti adek bikinin kopi, kopi hitam dengan takaran tiga sendok kopi dan satu setengah gula pasir, iya kaan mas..adek hapal maas..hehe. tapi sekarang mamas disitu harus buat kopi sendiri, maaf ya mas adek gag bisa buatin, hanya berharap dengan cangkir ini mamas bisa merasakan kopi buatan adek setiap hari.

Sudah sudaahh.. sudah habis tissue banyak ini, hehe

Mamas jaga kesehatan yaa, semangat buat perjuangannya, KITA PARTNER YANG HEBAT!!!

Oiya, cangkirnya jangan diilangin ya, nanti kalo sudah waktunya, adek buatin mamas kopi dengan cangkir itu tiap pagi sebelum mas berangkat kerja :)

Calon orang yang akan kamu imamin

Adek”

Tak kuasa aku menahan tangis, tetesan air mataku terus keluar membasahi surat yang ditulisnya dengan tissue itu. “Mas gag akan mengecewakan adek, tunggu mas dek”, yakinku dalam hati ketika selesai membacanya. Setelah itu aku mencoba merangkai kertas koran pembungkus yang tadi sudah kusobek, dan aku menemukan artikel dengan judul “Komitmen, Kunci Sukses LDR”. Membaca judul itu pun aku sontak tersenyum, dan berkata dalam hati “iya adeek, mamas tau kok”.

Sejak saat itu aku seperti mempunyai keyakinan bahwa aku tidak sendiri, dia menemaniku disini, menemaniku berjuang, dan aku selalu bisa merasakan kopi buatannya sampai sekarang, lewat cangkir ini.

Terimakasih, untuk secangkir kopi dan sepotong rindu tiap harinya, dek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun