“iya, makasih ya dek, mas malah lupa gag ngasih apa-apa buat adek, hehe”
“gapapa mas, adek gag minta apapun kok, adek cuma minta mamas disana jaga kesehatan, jaga kepercayaan yang sudah adek berikan, dan tetep berjuang buat impian kecil kita ya mas.”
“syiaaaappp komandan, mamas berangkat ya dek, kasian pilotnya sudah nunggu itu, hehe”
Candaan yang coba kukeluarkan agar perpisahan ini tidak hanyut dalam nuansa haru. Kami pun tersenyum, dia salim cium tangan seperti biasanya, dan akhirnya aku bergegas ke pesawat dan meninggalkannya untuk sementara demi bersama setelahnya.
Perpisahan yang masih sangat jelas terekam hingga saat ini. Setiap detailnya masih tergambar sangat jelas di memoriku. Bahkan senyumnya, aku masih bisa melihatnya sampai saat ini. Bagaimana dengan pemberiannya? Aku hampir lupa..
Sesampainya dikamar baru, aku mulai membuka tas yang kubawa dan bermaksud untuk menatanya. Dan perhatianku langsung tertuju ke bungkusan kecil yang terselip dipojok kanan atas carrier ku, dan benar itu adalah pemberiannya.
Bungkusan kecil yang terbungkus rapi, dibungkus dengan kertas koran bekas, dan tanpa pita. Seperti itulah kekasihku, apa adanya meski sebenarnya ia termasuk dalam kasta orang berada, dan karena itu aku yakin untuk memilihnya.
Perlahan aku mulai membuka bungkusan kecil itu. Setelah kusobek koran yang membungkus, kutemukan kejutan lain, kotak kecil yang membungkus pun tak lain adalah kardus bekas mie instan yang ia bentuk menjadi sebuah kotak kecil persegi empat. “aneh aneh aja anak ini”, pikirku kala itu. Setelah kubuka kotak hadiah yang terbuat dari kardus bekas itu aku temukan satu buah cangkir dan segulung kecil tissue yang diikat dengan karet kecil.
Penasaran dengan tisuue nya, akupun membuka ikatan tissue yang tergulung rapi itu. Dan tepat seperti bayanganku, itu adalah surat yang ditulisnya untukku menggunakan tissue, yang isinya seperti ini..
“teruntuk calon imam dunia akhiratku
Senyum dulu toh mas sebelum baca, gag pernah kan selama ini mamas adek suratin, hehe..