2. Adanya kebanggaan yang berlebihan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
3. Persaingan atau kecemburuaan dibidang ekonomi, misalnya kelompok pendatang disuatu daerah dianggap lebih maju dan berhasil dibandingkan penduduk asli setempat. Kelompok pendatang dianggap sebagai penjajah.
4. Kelakuan kelompok yang satu dianggap minus atau negatif sehingga menyinggung perasaan dan harga diri kelompok atau suku lainnya.
5. Fanatisme berlebihan.
6. Slogan Bhineka Tunggal Ika tak difahami secara benar sehingga menggoyahkan sendi-sendi persatuan.
7. Pancasila, yang didalamnya ada sila Persatuan Indonesia kurang dihayati dan dilaksanakan secara murni dan konsekwen. Hal ini berakibat Pancasila yang merupakan way of life bangsa Indonesia hanya dianggap benda mati yang tak bermakna dan berguna.
8. Provokasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab yang memang sengaja menciptakan disintegrasi bangsa.
Pada tahun 1928, para pemuda yang mewakili berbagai suku bangsa Indonesia telah mengadakan ikrar bersama yang selanjutnya dikenal dengan Sumpah Pemuda. Ikrar itu sungguh sangat tepat menyadari pluralisme bangsa Indonesia. Ikrar ber-satu nusa , satu bangsa dan satu bahasa bertujuan untuk meng-kokoh-kuatkan tali persaudaraan diantara suku-sukubangsa yang beraneka-ragam.
Kini, sudah saatnya untuk menggelorakan kembali semangat persatuan dan kesatuan kita. Jika banyak tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh formal-informal yang mengatakan “perbedaan adalah rahmad” maka gelora semangat persatuan itu hendaknya jangan hanya pada level para pemimpin tetapi benar-benar mengakar dengan kuat sampai lapisan terendah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H