[caption caption="foto dari inilah.com"][/caption]
Berdasarkan UU No 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, pasal 14 ayat 1(i) dinyatakan bahwa “narapidana berhak : mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi).” Penjelasan pasal 14 ayat 1(i) mengatakan “Diberikan hak tersebut setelah Narapidana yang bersangkutan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.”
Ada yang lucu dan unik di negeri ini. Setiap tahun menjelang hari raya idul fitri dan hari kemerdekaan RI (17 Agustus), selalu saja dipersoalkan pengurangan hukumann (remisi) yang diberikan pemerintah untuk koruptor, salah satu yang selalu mempersoalkan antara lain LSM ICW. Tahun lalu aktivis anti korupsi Prof DR Denny Indrayana juga mempersoalkan tentang remisi ini, tahun ini sejak jadi tersangka 7 perkara korupsi di Bareskrim Polri, Denny Indrayana sudah tidak mempersoalkan tentang pemberian remisi ke koruptor lagi.
Jika Prof DR Denny Indrayana sudah tidak mempersoalkan, beda halnya dengan Emerson Yuntho dari ICW yang tetap mempersoalkan remisi yang diberikan oleh Kemenkumham RI kepada narapidana koruptor, Di sisi lain, Emerson Yuntho tidak mempersoalkan remisi yang diberikan kepada narapidana teroris, pemerkosa, penipu, bandar narkoba dll. Padahal di rutan dan lapas isinya gak hanya koruptor saja, dan menteri hukum dan HAM memberikan remisi sesuai UU Pemasyarakatan kepada semua narapidana, tidak membeda-bedakan jenis kejahatannya, sepanjang memenuhi persyaratan yang berlaku, antara lain : telah 6 bulan menjalani masa pidana dan berkelakuan baik.
Emerson Yuntho dari ICW, yang setelah lebaran akan diperiksa Bareskrim sebagai saksi atas laporan polisi guru besar hokum pidana Unpad prof DR Romli dengan dugaan melakukan perbuatan tidak menyenangkan dan pencemaran nama baik, dan jika penyidik Bareskrim menemukan 2 alat bukti yang cukup, tidak menutup kemungkinan Emerson Yuntho akan jadi tersangka. Terkait remisi Idul Fitri mengatakan “Di Indonesia, korupsi masih menjadi bahaya laten. Kok malah memberikan remisi pada koruptor. Jika pengurangan hukuman tetap diberikan maka akan mencoreng penegakan hukum pemerintah Joko Widodo. Kalau tanpa sepengetahuan KPK saya rasa tidak bisa diberikan remisi. Kalau itu terjadi lebih baik Yasonna dicopot dari posisinya sebagai menteri.”
Mendapat kritikan dari Emerson Yuntho (ICW) dkk yang hanya mengulang-ulang kritik tahunan, tahun-tahun sebelumnya isi kritiknya juga sama padahal UU Pemasyarakatannya belum diubah, menkumham RI Yasonna H Laoly memberikan tanggapan “Kalau sudah hak ya sudah, jangan kita merampas hak orang lain. Narkoba teroris juga kita kasih. Semua kita kasih tapi harus memenuhi syarat.”
Membaca pro kontra pemberian remisi terhadap koruptor, yang sebenarnya masalahnya sudah jelas tapi terus dipermasalahkan, padahal UU Pemasyarakatan yang menjadi landasan menteri hukum dan HAM untuk memberi remisi yang sejak tahun 1995 tidak diubah, Pakde Kartono berpandangan sebagai berikut :
Percuma Emerson Yuntho dkk terus menerus mempersoalkann hal-hal yang sudah diatur Undang-undang, hanya buang-buang energi saja, buang waktu dan tenaga, karena remisi akan tetap diberikan oleh menkumham RI, JIKA tidak diberikan, maka MENKUMHAM RI justru melanggar hukum. Mending energi Emerson Yuntho dkk dipergunakan untuk mendorong revisi UU No 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, juga untuk hal-hal yang positif yang mendukung pencegahan dan pemberantasan korupsi, sehingga tidak terjadi orang-orang yang teriak-teriak anti korupsi seperti Prof DR Denny Indrayana ternyata korupsi juga.
Jika Emerson Yuntho dari ICW dkk bekerja baik, efektif dan efisien, maka :
Tidak terjadi ustad-ustad yang berkhotbah anti korupsi seperti ustad Luthfi Hasan Ishaaq dan ustad Fathanah ternyata korupsi juga.
Tidak terjadi dosen-dosen yang mendidik mahasiswanya untuk anti korupsi seperti wakil rektor Universitas Indonesia Prof DR Tafsir Nurchamid, guru besar hokum tata negara UGM Prof DR Denny Indrayana dan dosen-dosen koruptor lainnya, ternyata korupsi juga.