Mohon tunggu...
PAK DHE SAKIMUN
PAK DHE SAKIMUN Mohon Tunggu... pensiunan penjaga sekolah -

Sedang menapaki sisa usia. Mencari teman canda di dunia maya. Hobi apa saja termasuk membaca dan (belajar) menulis. Bagi saya belajar itu tak berbatas usia. Menuntut ilmu dari ayunan hingga liang lahad. Motto : Seribu orang teman sangat sedikit, dan satu orang musuh terlalu banyak.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Gara-gara BTP Kami Diserbu Warga dan Rumah Kami Diobrak-abrik

23 November 2016   06:11 Diperbarui: 15 Desember 2016   09:43 4546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diobrak-abrik Dok.Pri

Sebelum saya paparkan panjang lebar kronologi permasalahan ini alangkah baiknya saya perkenalkan terlebih dahulu  profil sosok “provokator”  atau “dalang” dibalik peristiwa tersebut.

PROFIL PROVOKATOR

Pertama seorang tokoh pemuda,namanya Udik, usia sekitar 40 tahunan tokoh pemuda ini yang paling “beringas” mengobrak-abrik rumah saya. Pemikirannya tidak  seudik namanya, nama aslinya Yudianto.

profil-yudi-5834f4b3d77a616409695a8b.jpg
profil-yudi-5834f4b3d77a616409695a8b.jpg
Dua, seorang kepala rumah tangga meski sudah punya cucu masih mengaku sebagai tokoh pemuda, bernama Suroso. Panggilan akrabnya Roso, sesuai namanya ketika mengobrak-abrik rumah saya  kelihatan rosa ( kuat dan perkasa).

profil-roso-5834f4db907e61bd0786da4a.jpg
profil-roso-5834f4db907e61bd0786da4a.jpg
Tiga, bernama Sugeng Susanto, seorang pendidik, guru otomotif di SMK Solok Selatan. Agak deg-degan juga menghadapi beliau, sebab,  meski  sepertinya agak pendiam tapi badannya tegap kekar berotot bak Ade Rai apa Adi Rae, pokoknya si binaragawan itulah. Ketika memegang linggis congkel sana congkel sini nampak sekali sosok ini dominan dibalik penyerbuan rumah kami tersebut.

profil-sugeng-5834f4fa50f9fd69048b4568.jpg
profil-sugeng-5834f4fa50f9fd69048b4568.jpg
Empat—nah ini yang mengejutkan ternyata penyerbuan tersebut  didukung oleh pejabat pemerintah setempat—bernama Denis Kurniawan, Kepala Korong (setingkat Kepala Dusun) tidak kalah semangat dalam mengkordinir penyerbuan tersebut. Semoga Bain Saptaman tidak membaca tulisan ini,  nanti  jika nama Kepala Korong ini diubah  satu hurup saja, berbahaya.

profil-denis-5834f5314f7a611d0565621c.jpg
profil-denis-5834f5314f7a611d0565621c.jpg
Sementara cukup empat saja ini dulu, lain kali profil sosok yang lain akan saya paparkan di Kompasiana ini agar diketahui oleh banyak para pembaca juga.

KRONOLOGI

Beberapa tahun yang lalu saya mendapat kiriman paket dari BTP—meskipun bukan paket bom, tapi jika diaktifkan cukup menggelegar dan menggetarkan dan bisa memekakkan telinga tetangga.

Catat, BTPyang saya maksud disini bukan BTP yang sedang mengguncang jagat perpolitikan republik ini, tapi BTP yang lain, yakni Basuki Tukang Potret. Itu lho Kompasianer Malang  yang menggunakan akun aremangadas alias Mas atau Mbah Ukik. Jadi, apa hubungannya dengan peristiwa penyerbuan tersebut?

MEMORI CARD

Saya selain mendapat kiriman paket buku-buku dari Mas Ukik juga mendapat kiriman sekeping benda kecil seukuran tidak lebih dari 2 cm tersebut. Meski ukurannya kecil tapi isinya—ini biang kerok penyebab rumah saya diserbu warga—ratusan gending-gending Jawa, Canpur Sari, Keroncong dan masih banyak lagi.

Setelah saya mendapat kiriman kartu memori dari BTP tersebut, nyaris setiap hari ada suara menggelegar dari speaker rumah saya, inilah awalnya kenapa warga menyerbu rumah saya.

Memang agak didramatisasi. Sesungguhnya bukan masa dan menyerbu, hanya beberapa tokoh dan pemuka masyarakat  Korong  (setingkat Kepala Dusun) Suka Mananti. Tetapi mengenai pengrusakan dan pengobrak-abrikan rumah saya itu memang betul-betul terjadi—tunggu pada postingan berikutnya.

“Pak Dhe kami sebagai tetangga merasa kebrebegen (bising) setiap hari mendengar suara gleger gong dan gemerincing gender dan siter yang muncul dari speaker Pak Dhe” celetuk salah satu tetangga saya yang paling dekat bernama Suroso alias Roso.

“Jadi maksudnya  kurang senang karena mengganggu ketenangan sampeyan atau bagaimana?”jawaban, langsung pertanyaan dari saya.

“Maksud saya begini, bagaimana jika suara itu tak hanya terdengar dari pengeras suara Pak Dhe, tapi suara gending-gending tersebut  benar-benar muncul dari gamelan yang kita pukul dengan tangan kita sendiri”sambung Roso.

“Artinya?”tantang saya.

“Kita bikin gamelan sendiri dan membentuk paguyuban atau grup karawitan, bagaimana menurut Pak Dhe?”

Seperti kucing ditawari ikan asin, langsung saya sergap saja.

“Kokndhakdari dulu-dulungajakbegini, saya sebetulnya ingin sekali menghidupkan kembali nyala budaya yang mulai redup ini, tapi agak ragu apakah ada yang mau, lantaran kita berada pada komunitas  yang  berbudaya Minang”

“Justru banyak orang Minang yang mau ikut Pak Dhe, salah satunya adalah Pak Denis Kurniawan Kepala Korong (Kepala Dusun) tak hanya mendukung, beliau malah menganjurkan membentuk organisasi dan beliau minta dijadikan sebagai salah satu pengurusnya.”

“Ya sudah kalau begitu ibarattumbu oleh tutup, besok kita rembug matang-matang bersama teman-teman yang lain.”

Itulah awal dari “perusakan” rumah saya, dan dari situ jugalah saya menjadi kurang aktif di Kompasiana maupun sosmed lainnya. Namun dari sini pulalah saya mendapat banyak ide atau bahan tulisan untuk menulis (kembali) di Kompasiana. Semoga.

Bersambung.......Semangatnya Tidak Sekeropos Gamelannya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun