Hari-hari ini kata kudeta menghiasi lini media masa baik media masa online, cetak, atau media sosial. Dua kata kudeta diterima publik dengan kadar faktual yang berbeda. Kata kudeta pertama terkait dengan peristiwa pengambilan kekuasaan di Negeri Myanmar. Presiden Myanmar Win Mynt dan sejumlah tokoh senior dari Partai Liga Nasional Untuk Demokrasi (NLD) ditangkap oleh Min Aung Hlaing, pemimpin tertinggi militer Myanmar yang mengkomandoi kudeta tersebut. Tokoh legendaris Myanmar Aung San Suu Kyi yang mendapat penghargaan nobel perdamaian juga ikut ditangkap.
Isu kudeta juga terjadi di dalam negeri, adalah Agus Harimurti Yudhoyono yang sering dipanggil AHY mengungkapkan adanya upaya kudeta terhadap dirinya sebagai ketua partai Demokrat. AHY tidak tanggung-tanggung mengungkapkan upaya kudeta dilakukan oleh tokoh terkenal. Beberapa pengurus partai Demokrat bahkan menyebut beberapa nama. Beberapa orang yang disebut menepis kebenaran upaya kudeta ini, meskipun beberapa mantan petinggi partai Demokrat mengakui adanya pertemuan membicarakan keberlangsungan partai tempat mereka dulu bernaung.
Dua kata yang sama meski derajat kebenaran berbeda akan tetapi memiliki pesan yang sama. Kudeta yang terjadi di Myanmar sudah terang terjadi. Bahkan dilini media pergerakan tantara Myanmar terlihat saat ada wanita Myanmar Khing Hnin Wai tanpa sengaja merekam saat dia sedang melakukan senam. Rekaman tersebut juga membuat heboh jagad media sosial Indonesia karena iringan musik senam aerobik adalah lagu bertajuk Ampun Bang Jago, sebuah lagu yang viral di jagad TikTok tanah air. Kudeta yang dilakukan oleh milter Myanmar  jelas melanggar prinsip-prinsip demokrasi.
Kata kudeta yang disampaikan oleh AHY masih menyisakan perdebatan di ruang publik. Bahwa memang ada pertemuan antara para mantan petinggi partai Demokrat dengan satu tokoh nasional tidak bisa dibantah karena telah ada pengakuan dari tokoh-tokoh tersebut, Perbedaannya terletak pada tempat pertemuan dan apa yang menjadi topik pembicaraan.
Kalau sekedar membicarakan kondisi partai Demokrat tentu tidak ada salahnya, meski nalar publik akan bertanya untuk apa orang-orang yang bukan  orang demokrat atau mantan pengurus demokrat secara bersama bertemu membicarakan partai yang sekarang bukan tempat mereka bernaung. Apalagi kalau benar apa yang disampaikan Eks Ketua SDM, Indag, dan Perhubungan Partai Demokrat (PD), Yus Sudarso bahwa ada beberapa Faksi yang mendukung seorang tokoh untuk memimpin partai Demokrat menggantikan AHY.
SATU PESAN YANG SAMA
Tulisan ini tidak akan membahas lebih lanjut terkait dua isu kudeta, apalagi isu kudeta yang menerpa partai Demokrat. Almarhun Affan Gaffar Guru Besar Politik UGM pernah menyatakan politik itu ibarat aurat wanita, kalau mau mengetahui betul harus menikah dengan wanita tersebut. Artinya ada banyak hal yang tidak pasti dari sebuah peristiwa politik yang kita lihat. Akan tetapi isu kudeta tersebut menjadi trigger penulis untuk menulis terkait kekuasaan bagi seseorang dan bagaimana seseorang seharusnya berorientasi pada kekuasaan.
Pesan dari tulisan ini adalah mengajak kita semua peduli terhadap dunia politik yang beradab, mengingat mau atau tidak mau kebaikan negara dan juga keberadaan kita tergantung dari sebuah proses politik. Politik berperadaban oleh karena harus selalu digaungkan oleh semua orang yang cinta dan peduli kepada negara ini.
Banyak orang orang yang memburu kekuasaan, bahkan mungkin semua orang memburu kekuasaan, apabila kekuasaan diartikan kemampuan mempengaruhi orang lain agar berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi (Ramlan Surbakti, 1992).
Tanpa sadar setiap orang mempunyai kehendak yang dia inginkan. Kekuasaan akan memberikan kesempatan yang besar untuk menjamin apa yang ia kehendaki dapat terwujud. Karena itulah banyak orang yang mengejar kekuasaan. Kekuasaan akan memberikan kemampuan mewujudkan apa yang dia pikirkan.
Kekuasaan akan membawa kepada kebaikan baik kepada orang yang mendapat kekuasaan maupun kepada orang yang berada dibawah kekuasaannya. Akan tetapi kekuasaan bisa jadi akan membawa ketidakbaikan, baik pada diri yang berkuasa maupun orang yang yang berada dalam kekuasannya. Kekuasaan akan membawa kepada kebaikan bila kekuasaan dilakukan dengan amanah untuk kepentingan orang banyak bukan hanya untuk kepentingan diri atau golongannya. Kekuasaan akan membawa ketidakbaikan ketika dikelola dengan tidak amanah, yang hanya berorientasi untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Kekuasaan akan akan memberikan kebaikan ketika kekuasaan tersebut dijalankan secara prinsip norma, baik norma hukum, agama, sosial dan budaya.
Dalam kacamata teologis kekuasaan akan cepat membawa seseorang memasuki surga, akan tetapi sangat mungkin kekuasaan justru akan membebani penguasa untuk masuk surga. Nun Jauh sebelum manusia mendapat kepercayaan untuk menjadi pemimpin didunia ini, kepempimpinan  ditawarkan kepada mahlkuk ciptaan Allah SWT yang lain.
Dalam surat Al Ahzab:72 Allah berfirman Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh." (QS. Al-Ahzab: 72). Pesan tersebut seharusnya selalu dipegang oleh setiap orang yang sedang berkuasa bahwa kekuasaan yang ada pada dirinya adalah suatu amanah berat yang akan dipertanggungjawabkan nantinya.
Pesan tersebut juga memberikan sindiran akan bodohnya manusia karena mau menerima sebuah amanah. Menerima sebuah amanah saja diberi label bodoh, bagaimana dengan seseorang yang mengejar satu kekuasaan dengan cara-cara yang tidak baik atau selalu berusaha melanggengkan kekuasaan yang ia miliki. Bagaimana dengan orang yang sudah diberikan kekuasaan tapi tidak menjalankan amanah dengan baik. Pesan teologis tersebut perlu selalu diingat oleh semua orang yang sedang mendapatkan kekuasaan dalam semua level kekuasaan. Kalau perlu buatlah satu PIN yang selalu dipakai sehari-hari yang berisi pesan teologis tersebut.
POLITIK ALA Â PLATO DAN ARISTOTELES VS POLITIK ALA MACHIAVELLI
Tidak dapat dibantah Sebagian besar orang apriori ketika mendengar kata politik. Begitu mendengar  kata politik yang terbayang bagi mereka adalah suatu upaya untuk mencapai kekuasaan atau melanggengkan kekuasaan dengan beragam cara, meski cara tersebut bertentangan dengan norma yang ada. Persepsi ini tidak bisa disalahkan mengingat dalam tataran praktis masyarakat melihat dan mendengar gaya politik yang mengarah kepada pragmatisme tersebut. Akan tetapi sebetulya politik tidak lah seperti itu. Secara etimologi kata "politik" masih berhubungan dengan politis, kebijakan. Berdasar definisi tersebut politik seharusnya dihiasi oleh nilai-nilai kebajikan,.
Dalam berpolitik sebaiknya menggunakan prinsip Plato dan Aristoteles. Plato dan Aristoles adalah guru dan murid. Sejak umur 17 tahun Aristoteles sudah belajar dengan Plato. Meski begitu ada perbedaan pandangan antara Plato dan Aristoteles terkait bentuk negara, akan keduanya mempunyai beberapa pandangan yang sama, terutama prinsip negara seharusnya dijalankan dengan penuh kebajikan. Plato juga menekankan akan pentingnya kekuasaan dikelola dengan landasan moral dan kebajikan.
Plato menekankan pentingnya penentuan syarat untuk menjadi pemimpin. Pemimpin dipilih dari kumpulan orang yang piawi. Kepiawian akan mendatangkan kebajikan, dan kepiawaian diperoleh dari pendidikan. Tujuan negara menurut Aristoteles adalah ketika kebajikan dapat dirasakan oleh rakyat. Kebajikan hanya akan terpenuhi ketika keadilan diberlakukan dengan benar. Seorang penguasa akan dikatakan adil jika hukum ditegakkan. Keadilan adalah sesuatu yang berkaitan dengan moral.
Politik ala Machiavelli sebaiknya ditinggalkan. Machiavelli seperti terungkap dalam bukunya Il Principe dunia politik itu bebas nilai. Artinya, politik jangan dikaitkan dengan etika (moralitas). Yang terpenting dalam politik adalah bagaimana seorang raja/penguasa berusaha dengan berbagai macam cara untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan agar menjadi selanggeng mungkin. Meskipun cara-cara tersebut sangat inkonstitusional bahkan bertentangan dengan nilai-nilai moral. Bagi penganut MachiavellI berbohong dan kampanye hitam adalah bagian dari strategi politik yang boleh dilakukan. Penganut paham Machiavelli juga cenderung menghalalkan korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam rangka pelampiasan syahwat politik
MENAHAN SYAHWAT POLITIK PADA MASA PANDEMIC
Pada saat ini semua negara sedang dalam krisis pendemic. Krisis Kesehatan yang berdampak kepada krisis-krisis yang lain. Betapa banyak orang yang kehilangan mata pencaharian pada masa Pandemic. Depresi mungkin itu yang sedang banyak terjadi. Tidak sedikit orang yang harus pulang kampung karena terhenti mata pencahariannya, Apakah pulang kampung menyelesaikan masalah? tentu belum pasti, akan tetapi dengan pulang kampung  ada harapan tetap bertahan hidup karena adanya modal sosial yang besar rakyat Indonesia. Minimal untuk makan akan ada banyak saudara yang membantu.
Mengadapi krisis pandemic ini kesatuan dan kebersamaan adalah kunci utamanya. Sehubungan dengan itu politik kebajikan ala Plato dan Aristoteles perlu menjadi sandaran.
Setiap orang perlu lebih menahan syahwat politik. Setiap keputusan dan pernyataan politik perlu dipertimbangkan secara masak, jangan sampai menimbulkan kegaduhan baru yang justru semakin memperburuk keadaan yang sedang kurang baik. Energi, pikiran, kekuatan harus disatukan untuk menghadapi pandemic.
Keteladan para pendahulu saat melawan penjajah perlu dilakukan. Semua orang berorientasi kepada usaha untuk memenangkan peperangan. Sekat perbedaan dihilangkan, yang ada saling bergandengan tangan. Â Jangan bebani rakyat yang sekarang sedang susah dengan hal-hal yang bisa ditunda. Batasi syahwat politik masing-masing. Rakyat membutuhkan aksi kepahlawanan, seperti mau menghibahkan sebagian kekayaan untuk negara. Sungguh sangat elok kalau mulai ada orang-orang yang diberikan kekayaan jutaan, milyaran, trilyunan memberikan pernyataan merelakan sebagian kekayaan untuk negara.
Sungguh keteladanan yang tinggi kalau para politikus yang dipilih langsung oleh rakyat berbondong mau menghibahkan sebagian penghasilannya untuk rakyat. Jangan sampai justru rakyat yang sudah susah dipertontonkan pertunjukan teatrikal yang mengiris hati seperti kasus koropsi bansos. Atau rakyat diperlihatkan intrik dan siasat para politikus untuk melanggengkan kekuasaan yang sudah mereka dapatkan sekarang. Semoga itu semua bukan hanya mimpi, akan tetapi kalau ternyata hanya mimpi itu sudah cukup, karena sekarang banyak orang yang bahagia ketika dia ada dalam alam mimpi. Â Semoga kekuasaan yang seharusnya mempercepat kita masuk surga, justru tidak menghambat atau bahkan menghalangi kita masuk surga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H