Mohon tunggu...
Cahya Yuana
Cahya Yuana Mohon Tunggu... Tutor - Akun Pribadi

Cahya Yuana, S.Sos., M.Pd. Orang biasa yang suka dalam dunia pendidikan. Konsentasi dalam bidang pendidikan terkait dengan quality assurance, penelitian dan evaluasi pendidikan. Selain aktif didunia pendidikan waktunya juga untuk bergabung dengan beberapa organisasi sosial dan keagamaan. Jadikan hidup didunia untuk mencari bekal di akhirat dengan berkarya positif adalah prinsip hidupnya. Membaca, latihan menulis, ceramah mengisi pelatihan adalah aktivitas lainnya. Suami dari Sri Nurharjanti, yang kebetulan mempunyai aktivitas dan prinsip yang sama. Telah dianugrahi 2 putri, Mendidik anak adalah merupakan sekolah kehidupan. Nomor Kontak: 087739836417

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mas Menteri, Learning Loss, dan Vaksinasi

24 Januari 2021   14:01 Diperbarui: 24 Januari 2021   14:27 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah Pandemic Covid yang belum ada tanda melandai, mas Menteri Nadiem Makarim  mendorong pemerintah daerah mulai membuka kelas tatap muka. Dorongan ini tentunya membawa kepada satu perdebatan, sudah  tepatkah sekolah membuka kelas tatap muka. Tidak sedikit yang mendukung usulan dari mas Menteri. 

Orang tua  juga ada yang menginginkan agar kelas tatap muka segera dibuka. Banyaknya orang tua yang mendorong sekolah untuk segera membuka kelas tatap muka tentu didasarkan kepada apa yang dirasakan oleh para orang tua yang melihat pelaksanaan pembelajaran online berjalan kurang optimal, meski tidak sedikit orang tua yang juga masih menginginkan pelaksanaan pembelajaran dilakukan secara online. 

Ketidakmampuan orang tua mendampingi anak belajar juga menjadi satu alasan orang tua menginginkan pembelajaran tatap muka segera dilakukan.

Para guru pun juga banyak yang mulai menginginkan membuka kelas tatap muka. Alasan sama karena pembelajaran online dirasa tidak berjalan dengan optimal. Pengamatan penulis kepada anak-anak disekitar tempat tinggal penulis lebih banyak siswa yang tidak optimal dalam belajar online. 

Pembelajaran menggunakan LMS atau dengan menggunakan tatap muka virtual seperti zoom jarang dilakukan. Banyak guru yang hanya memberi tugas melalui aplikasi WhatsApp. Siswa kemudian mengirimkan tugas dengan memfoto tugas yang dikerjakan melalui aplikasi WhatsApp. Sangat jarang atau bahkan bisa dikatakan tidak pernah ada tatap muka virtual antara guru dan siswa.

Guru yang sudah bisa melakukan pembelajaran online dengan baik pun ada yang mendorong agar pembelajaran tatap muka segera dilakukan.  Dalam satu pertemuan seorang guru  mengatakan sudah lelah mengajar dengan model online.

 Kebetulan guru tersebut berasal dari sekolah yang betul-betul menyiapkan pembelajaran online dengan sangat baik. Guru sudah mengajar dengan LMS yang dibuat oleh sekolah. Tatap muka virtual juga dilakukan setiap hari dengan menggunakan media zoom meski sehari hanya dua kali pagi dan sore. 

Materi pelajaran juga disampaikan dengan beragam media pembelajaran. Akan tetapi pembelajaran online yang dilakukan dengan serius ternyata jauh melelahkan dibanding dengan pembelajaran tatap muka.

Tidak optimalnya pembelajaran online tersebut yang dikuatirkan  oleh mas Menteri akan menciptakan sebagai Learning Loss. Learning loss adalah fenomena di mana sebuah generasi kehilangan kesempatan menambah ilmu karena ada penundaan proses belajar mengajar. Hemat penulis Learning loss tidak hanya terjadi pada proses pembelajaran yang sama sekali tidak berjalan, akan tetapi saat pembelajaran tidak bisa berjalan dengan otimal, learning loss juga bisa terjadi. 

Ketidak optimalan pembelajaran online bisa terjadi karena keterbatasan sarana atau mungkin keterbatasan kompetensi guru untuk mengampu pembelajaran dengan model online. Penelitian yang dilakukan oleh Agusmanto Hutauruk hambatan terkait prasarana berupa ketersediaan jaringan. 

Pemerintah memang telah memberikan bantuan kuota belajar, akan tetapi tidak semua siswa ternyata dengan mudah mendapat akses internet. Faktor lokasi tempat tinggal menjadi salah satu alasannya. Selain itu  belum tentu semua orang tua mampu memberikan fasilitas berupa smartphone atau laptop. 

Sedangkan hambatan terkait kesiapan guru yaitu masih ada guru yang belum bisa menjalankan pembelajaran online seperti menyampaikan pembelajaran menggunakan LMS, melakukan tatap muka menggunakan aplikasi virtual seperti zoom, atau membuat media pembelajaran interaktif. 

Bagi sekolah yang siswa, orang tua, maupun sekolah mampu menyiapkan pembelajaran online dengan baik tidak berarti ancaman learning loss tidak ada. 

Sesuai dengan Permendikbud 20 tahun 2016 pendidikan di Indonesia dimaksudkan untuk membentuk kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pencapaian kompetensi pengetahuan relatif lebih mudah dicapai dengan pembelajaran online, tidak sebaliknya untuk kompetensi sikap dan keterampilan. 

Kompetensi sikap dan keterampilan tentu tidak cukup dalam bentuk pemahaman saja. Kompetensi tersebut membutuhkan aktualisasi, dimana belum tentu itu bisa disediakan orang tua di rumah. Siswa kejuruan misalnya tentu membutuhkan pratik keterampilan mengguanakan sarana pembelajaran yang memadai.  

Orang tua belum tentu bisa menyediakan sarana praktik untuk pembelajaran kejuruan,  atau katakanlah orang tua bisa menyediakan sarana praktik, belum tentu orang tua mempunyai pengetahuan dan keterampilan mendampingi anak menggunakan alat praktik tersebut. 

Beberapa pembelajaran praktik juga membutuhkan kolaborasi antar siswa, misal pelajaran menari atau pelajaran musik. Tentunya untuk materi yang bersifat kolaboratif akan sulit dilakukan dengan menggunakan pembelajaran online. Pembelajaran sikap juga membutuhkan aktualisasi. Karakter gotong royong tentu  sulit dibentuk  kalau pembelajaran hanya dilakukan secara daring. 

Bagaimana dengan sekolah yang meneraokan boarding seperti pondok pesantren yang sarat dengan budaya yang tentu belum tentu ada disekolah. Atau bagaimana dengan sekolah alam yang proses pembelajaran dengan cara terjun langsung di alam. tentu pendidikan seperti pondok pesantren atau sekolah alam semakin sulit digantikan dengan pembelajaran online.

Terkait pentingnya pembelajaran tatap muka sebetulnya juga sudah disampaikan oleh mas Menteri jauh sebelum ada pandemic Covid.  Mas Menteri dari sejak awal menjabat mengungkapkan bahwa tidak semua materi pendidikan bisa disampaikan dengan metode online.

Pernyataan ini disampaikan mas Menteri saat banyak pihak pada masa awal mas menteri menjabat menduga mas menteri akan banyak melakukan pembelajaran online di sekolah. 

Pada kesempatan itu mas Menteri mengungkapkan pendidikan pada hakikatnya tidak hanya sekedar menyampaikan materi tapi membentuk manusia menjadi pribadi yang seutuhnya. Untuk membentuk pribadi manusia seutuhnya ini proses interaksi langsung antar manusia sangat dibutuhkan.

TERUS BAGAIMANA

Dengan permasalahan tersebut apakah pelaksanaan pembelajaran tatap muka adalah suatu keharusan yang harus segera dilakukan. Tentu  tidak mudah memutuskan. Orang tua yang mengijinkan pun kalau ditanya pasti ada rasa kuatir terhadap kondisi anak-anaknya. 

Penulis dalam kesempatan ini mencoba memberikan satu pandangan kapan pembelajaran tatap muka mulai dilaksanakan. Penulis termasuk yang mempunyai pandangan pemerintah tidak bisa berlama-lama menunda pelaksanaan pembelajaran tatap muka. 

Meski begitu pelaksanaan pembelajaran tatap muka tidak harus dilakukan pada semester II tahun ajaran 2020 - 2021, kecuali untuk siswa kelas 6, 9, dan 12. Pertimbangan penulis karena semestar II tahun ajaran 2020 - 2021 juga tidak lama akan segera berakhir. Selain itu pada semesgter II tahun ajaran 2020 - 2021 ini sebagian besar siswa akan segera menjalani ibadah puasa. 

Sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya pada bulan Ramadhan pembelajaran juga tidak berlangsung secara optimal. Untuk itu pembelajaran online menurut hemat penulis tetap dilanjutkan hingga akhir tahun  ajaran 2020 - 2021, kecuali untuk siswa kelas 6, 9, dan 12 bisa dikecualikan. 

Pembelajaran tatap muka secara penuh dapat dilaksanakan pada tahun ajaran 2021 - 2020. Pada saat pemerintah perlu memastikan sekolah betul-betul siap melaksanakan pembelajaran tatap muka. Oleh karena itu yang perlu dilakukan pemerintah sekarang untuk persiapan pembelajaran tatap muka adalah:

Mempercepat Vaksinasi Guru dan Peserta Didik

Vaksinasi pendidik dan peserta didik perlu menjadi prioritas pemerintah. Vaksinasi bagi pendidik dan peserta didik sebaiknya sudah selesai sebelum permulaan ajaran baru tahun  2021 - 2022. Kemendikbud dapat segera menyiapkan diri proses vaksinasi bagi guru dan peserta didik. Road Map pelaksanaan vaksinasi bagi guru dan peserta didik sebaiknya segera disusun. 

Apabila membutuhkan dana untuk pelaksanaan vaksinasi diluar dana yang memang sudah disiapkan oleh pemerintah dalam program vaksinasi, Kemendikbud bisa merealokasi beberapa kegiatan yang tidak begitu urgen. kegiatan pelatihan guru atau perbaikan infrastruktur yang tidak mendesak bisa direalokasi untuk kegaiatan  vaksinasi.

Menyiapkan Sarana dan Budaya Sehat

Sebagaimana pendapat dari banyak pakar vaksinasi bukan satu-satunya cara untuk mencegah covid. Apalagi vaksin juga tidak memberikan  kekebalan permanen. 

Seorang yang sudah divaksin sangat mungkin akan terinfeksi dalam beberapa bulan setelah divaksin. Oleh karena selain vaksin pemerintah melalui kemendikbud perlu memastikan setiap sekolah telah mempunyai sarana yang memadai terkait 3 M. Untuk sekolah. yang menerapkan boarding sebaiknya juga menyediakan satu tempat tersendiri untuk melakukan  isolasi bagi siswa yang sedang sakit. 

Pemerintah juga bisa memfasiltasi pemberian makanan sehat kepada setiap siswa, misal siswa secara rutin diberi vitamin atau herbal untuk menjaga dan menaikan imunitas. Sehubungan dengan itu sangat penting dibuat standar atau pedoman teknis pelaksanaan pembelajaran tatap muka pada masa pandemic. Dukungan dana untuk pengadaan sarana atau makanan dalam rangka membentuk budaya  sehat bagi peserta didik juga perlu dipikirkan dan dialokasikan

Menerapkan Program Blended Learning dan Flipped Learning

Meski pembelajaran sudah dilakukan secara tatap muka kemendikbud masih bisa melakukan  pembelajaran online. Perlu dilakukan analisis materi yang bisa dipelajari secara mandiri oleh siswa. Materi yang bisa dipelajari mandiri bisa dilakukan secara online. Model pembelajaran Flipped Learning bisa dilakukan oleh guru. 

Siswa bisa mempelajari materi yang diberikan oleh guru  dulu dirumah, saat disekolah siswa tinggal memperdalam atau mempelajari bagaiamana mempraktikan pengetahuan yang sudah dipelajari. Implementasi pembelajaran blender learning dan flipped learning juga untuk mengurangi intensitas berkumpul anak. 

Pembagian 50% - 50% siswa yang berangkat juga dapat terdukung dengan penerampan model pembelajaran blender learning dan Flipped learning. Untuk mengatasi guru yang tidak mempunyai kemampuan TIK perlu dilakukan pelatihan atau penyusunan penggunakan beberapa aplikasi untuk pembelajaran online.

Tentu tidak mudah menyelenggarakan pembelajaran pada masa pandemic. Akan tetapi bagaimanapaun pendidikan tetap harus jalan. Karena masa depan bangsa dan negara berada di dunia pendidikan. Kerjasama dan pengertian antar pemerintah, sekolah, guru, siswa dan orang tua adalah hal yang sangat penting dalam masa pendemic ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun