Pendidikan mempunyai peran penting dalam mencetak genarasi yang mempunyai kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS). Sekolah jangan hanya mencetak siswa yang pandai dalam mengingat dan menerapkan. Sekolah harus mencetak siswa yang mempunyai kemampuan berpikir analitik, kritis, problem solving, dan berpikir kreatif. Kegiatan disekolah perlu didesain untuk mendukung tercetaknya siswa yang mempunyai kemampuan berpikir tingkat tinggi. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru juga perlu diarahkan untuk mendukung terbentuknya siswa-siswa yang mampu berpikir analitik, kritis, problem solving, dan kreatif. Â
Pencapaian kompetensi berpikir tingkat tinggi disekolah dapat dicapai melalui tiga strategi. Tiga strategi tersebut adalah melalui proses pembelajaran, melalui gerakan literasi, dan melalui penyusunan soal HOTS. Kurikulum 2013 menghendaki proses pembelajaran menggunakan pendekatan siantifik.Â
Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang "ditemukan" (Kurinasih, 2014:29). Pada pendekatan saintifik peserta tidak diberitahu, akan tetapi peserta secara aktif menncari tahu.Â
Pemerintah telah mengeluarkan Permendikbud nomor 22 tahun 2016 untuk mengatur proses pembelajaran di sekolah. Permendikbud 22 tahun 2016 Â menegaskan proses pembelajaran disekolah melalui tahapan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan/mengolah informasi, dan mengkomunikasikan.
Proses mengamati meliputi aktivitas membaca, mendengar, menyimak dan melihat. Proses mengamati adalah proses mencari tahu. Permendikbud 22 tahun  2016 terkait standar proses menekankan proses pembelajaran berubah dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu. Melalui proses ini peserta dilatih untuk membaca dan menilai secara kritis apa yang mereka baca.Â
Hasil dari apa yang mereka baca menjadi input aktivitas menanya. Siswa diberi kesempatan untuk menanyakan apa yang belum mereka pahami dari aktivitas membaca. Siswa bisa jadi belum mampu merumuskan sebuah pertanyaan. Guru oleh karena itu harus memberi stimulan agar siswa mau dan mampu merumuskan dan  mengajukan suatu pertanyaan. Aktivitas selanjutnya adalah aktivitas mencari informasi.Â
Pada pembelajaran saintifik pertanyaan yang dirumuskan oleh siswa, pada prinsipnya harus dijawab oleh siswa sendiri. Siswa bisa menggunakan beragam sumber untuk mendapat jawaban dari pertanyaan yang mereka rumuskan. Diskusi kelompok, membaca sumber lain, berselancar di dunia internet adalah cara dari siswa mencari jawaban dari apa yang mereka tanyakan. Sumber belajar oleh karena itu menjadi beragam. Tahapan selanjutnya adalah mengasosiasikan/mengolah informasi. Setelah siswa mencari jawaban dari beragam sumber, siswa merumuskan jawaban dari apa yang mereka dapatkan.Â
Bisa saja terjadi ada beragam jawaban yang dirumuskan oleh siswa. Guru dalam posisi ini memfasilitasi siswa bagaimana mensikapi jawaban yang beragam ini. Keterampilan yang harus dimiliki oleh siswa selanjutnya adalah keterampilan untuk mengkomunikasikan apa yang mereka dapatkan. Setiap siswa diberi kesempatan yang sama untuk mampu menyampaikan jawaban dan ide dari hasil mereka berpikir.
Strategi kedua untuk mencetak generasi yang mempunyai kemampuan berpikir tingkat tingkat tinggi adalah dengan budaya literasi. Literasi adalah kemampuan untuk menangkap informasi dengan baik dan kritis dan kemudian mampu mengkomunikasikan informasi atau ide tersebut dengan baik. Berdasarkan studi "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca (www.kompas.com/read/2016/08/29).Â
Untuk tradisi menulis bahkan lebib parah. Kepala Balai Bahasa Bandung Abdul Khak mengatakan, tradisi menulis di Indonesia jauh lebih rendah dibanding tradisi membaca. Membaca dan menulis adalah tradisi negara-negara maju. Pengetahuan akan berkembang pesat dengan banyak membaca. Daya kritis orang yang suka membaca akan lebih terasah. Seorang yang banyak membaca akan lebih hati-hati dalam membuat sebuah keputusan dari informasi yang didapat.
Kegiatan menulis adalah kegiatan untuk menyebarkan pengetahuan. Pengetahuan akan berkembang ketika banyak tulisan yang terbit. Satu tulisan akan menginspirasi tulisan lain. Pengetahuan dan informasi juga akan lebih lekat ketika pengetahuan itu ditulis. Seorang yang membaca mungkin akan lebih banyak kehilangan informasi apa yang dibaca dibanding orang yang membaca dan kemudian mau menuliskan apa yang dibaca.Â