Seorang teman saya, sebut saja namanya Sudar --bukan nama sebenarnya, menceritakan pengalaman pahit saat sedang rekreasi di Istambul, Turki. Saat itu ia menginap di sebuah hotel bersama rombongan dari Indonesia. Sebut saja namanya hotel Ista --juga bukan nama sebenarnya.
Sudar adalah seorang pengajar di sebuah pondok pesantren modern di Indonesia. Sedang acara traveling ke Turki untuk lanjut menunaikan ibadah umrah ke tanah suci.
Musim liburan akhir tahun membuat suasana kota Istambul sangat ramai dengan turis berbagai negara. Hotel Ista tempat Sudar menginap termasuk padat. Sangat banyak tamu berbagai kebangsaan yang menginap di hotel tersebut.
Malam itu, Sudar merasa memerlukan beberapa perlengkapan mandi, seperti sabun dan shampo. Ia segera melangkah keluar menuju sebuah toko kecil di samping hotel. Sayang, kebutuhan yang dicari tidak ada di toko itu.
Sudar melangkah kembali ke hotel. Sampai di depan hotel, seorang lelaki asing menyapanya dalam bahasa Inggris. Ia mengenalkan diri, dan mengaku berasal dari Tajikistan. Sebut saja namanya Taji --bukan nama sebenarnya. Taji mengaku menginap di Hotel Ista, tempat Sudar menginap.
Setelah mengobrol sesaat, Taji bertanya mengapa Sudar keluar hotel? Apa yang dicari? Sudar segera menceritakan kebutuhan membeli sabun mandi, namun di toko sebelah tidak ada.
Taji segera menawarkan bantuan. "Mari saya antar ke toko lainnya. Menggunakan mobil yang saya sewa saja, karena jarak tokonya cukup jauh," ujarnya.
Sudar yang merasakan kebaikan lelaki itu, segera mengikuti ke mobil. Mereka berdua berkendara, hingga tiba di sebuah tempat yang dalam pikiran Sudar adalah toko --untuk membeli sabun mandi.
Namun ketika turun dari mobil dan diajak masuk ke sebuah bangunan, ternyata bukan toko atau supermarket. Sebuah night club. Sudar sangat kaget ketika diajak masuk ke dalam night club tersebut.
"Mari kita cari keperluanmu di sini", ujar Taji.