Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

KDRT, Ketika Derita Runtuhkan Tawa

20 Agustus 2024   06:44 Diperbarui: 20 Agustus 2024   07:15 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semua orang menghendaki pernikahan yang harmonis dan bahagia, langgeng hingga akhir usia. Namun terkadang keinginan ini tak terwujudkan, disebabkan penderitaan yang tak berkesudahan.

Perbuatan KDRT menjadi salah satu penyebab rusaknya kebahagiaan dalam pernikahan. Canda tawa sebagai pasangan kekasih mendadak berubah derita tak terhingga.

KDRT telah menjadi momok bagi ketahanan keluarga. Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Andy, menyatakan bahwa sebanyak 34.682 perempuan menjadi korban tindak kekerasan sepanjang 2024. Simak beritanya di sini. Demikian pula, tren perceraian karena KDRT masih marak di Indonesia.

Berita terbaru tentang seorang selebgram cantik yang dianiaya oleh suaminya, menjadi notifikasi betapa kekerasan selalu menghasilkan penderitaan. Selebgram tersebut mengaku telah mengalami KDRT selama lima tahun pernikahan. Kini ia mengadukan kasusnya ke pihak berwenang.

Sang ayah memberikan saran, "Kamu serahkan semua persoalan yang kamu hadapi kepada Allah, dan biarlah Allah yang menyelesaikan dengan caranya Allah". Sang ayah juga mendukung tindakan anaknya membawa masalah ini ke ranah hukum. "Kamu curahkan semua masalahmu di pengadilan, selesaikan di pengadilan saja," ujar sang ayah.

Rupanya ia sudah pernah dua kali berupaya mengajukan gugat cerai, namun gagal. Apakah tindakan KDRT bisa menjadi alasan legal formal untuk mengajukan perceraian?

Alasan Legal Formal yang Membolehkan Perceraian

Peraturan Pemerintah nomer 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, telah memberikan batasan tentang alasan yang membolehkan terjadinya perceraian. Dalam pasal 19 PP 9/1975 dinyatakan, "Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;

5.Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;

6. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga."

Demikian pula dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menjadi salah satu rujukan legal formal di Pengadilan Agama, telah memberikan penjabaran serupa, dengan disertai tambahan poin alasan. Pasal 116 KHI menyatakan, "Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;

6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;

7. Suami melanggar taklik talak;

8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga."

Dalam poin ke-7 dinyatakan "Suami melanggar taklik talak". Salah satu isi taklik talak adalah "menyakiti badan atau jasmani istri saya".

Dalam contoh kasus selebgram yang mendapatkan perlakuan KDRT dari suaminya, berarti telah memenuhi unsur yang membolehkan dirinya mengajukan gugatan perceraian. Sebagaimana esensi pasal 19 PP 9/1975, poin ke-4; serta pasal 116 KHI poin ke-4 dan ke-7.

Dengan demikian, jika islah sudah tidak dapat memberikan jalan keluar, secara legal formal seorang istri berhak mengajukan gugatan cerai, apabila mengalami KDRT. Baik dalam hukum Islam maupun dalam hukum negara, langkah mengajukan gugatan cerai yang dilakukan selebgram tersebut bisa dibenarkan.

Sisi lain yang diharapkan adalah, "...agar seluruh masyarakat Indonesia dapat mengambil pelajaran dari kasus saya agar tidak lagi terulang kasus-kasus KDRT seperti yang saya rasakan," ujarnya. Ini adalah sebentuk upaya membangun efek jera bagi pelaku.

 

Sumber Berita : Kompas.com dan Detik.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun