Terkadang seorang istri berharap suaminya "mengerti sendiri" keinginan, pikiran dan perasaannya. Harapan seperti ini tentu berlebihan, dan justru menghadirkan kekecewaan. Sejatinya suami dan istri harus saling membuka diri, agar dimengerti dan dipahami.
Tak ada yang sulit, jika kedua belah pihak telah menyadari pentingnya komunikasi dan keterbukaan. Hanya butuh kesungguhan dan kebetahan --sebagaimana Nabi saw sangat betah mendengarkan obrolan A'isyah. Bahkan ketika A'isyah bercerita tentang sebelas orang perempuan di masa lalu, dengan detail.
Saperstein berpendapat, "It is your responsibility to voice openly and honestly your feelings and requests. Never assume your partner knows, nor should know, what you are feeling and needing. Instead, speak up respectfully and directly".
Menurut Saperstein, "Merupakan tanggung jawab Anda untuk menyuarakan perasaan dan permintaan secara terbuka dan jujur. Jangan pernah berasumsi bahwa pasangan Anda mengetahui, atau seharusnya mengetahui, apa yang Anda rasakan dan butuhkan. Sebaliknya, bicaralah dengan hormat dan langsung".
Mengasumsikan pasangan akan mengerti "dengan sendirinya" semua perasaan, keinginan dan kebutuhan Anda, justru berpotensi membuat Anda semakin kecewa dan terluka. Sebaiknya Anda bicara. Miliki tradisi bercengkerama --misalnya saat  makan malam, sebelum tidur atau setelah pulang kerja.
Nikmati keterbukaan dan kebersamaan. Bicara pelan-pelan, dari hati ke hati. Jangan berpikir menyerang, menyalahkan dan merendahkan pasangan. Tunjukkan rasa hormat dan penghargaan, niscaya obrolan Anda menyenangkan.
Bahan Bacaan
Alexandra Saperstein, Just Because You're Bored Doesn't Mean It's Not A Healthy Relationship, https://www.yourtango.com, 1 Oktober 2019
SheKnows, What's the Most Challenging Part of Marriage? Readers Reveal! https://www.sheknows.com, 1 April 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H