Bersyukur saya dididik oleh ayah dan ibu yang selalu mengingatkan anak-anaknya agar menjauhi sifat "melik". Ayah sering menasihati, "Ojo melik duweking liyan". Jangan menginginkan sesuatu yang bukan milikmu. Beliau yakin, melik akan selalu "nggendong lali".
Apa itu melik? Dan mengapa melik bisa nggendong lali? Yang dimaksud melik adalah rasa ingin memiliki sesuatu secara berlebihan. Melik tidak hanya ingin. Lebih dari sekadar keinginan. Melik itu mengarah kepada posesif yang sangat parah.
Melik merupakan kondisi keinginan yang amat sangat. Teramat posesif untuk memiliki sesuatu. Sampai level tak bisa mengendalikan diri. Harus memiliki, bagaimanapun dan apapun caranya.
Jika seseorang memiliki sifat "melik", umumnya akan "nggendong lali". Maksud nggendong lali adalah membawa lupa, ataumenjadi lupa diri. Konsekuensi dari rasa ingin memiliki yang berlebihan, akan cenderung melupakan dan mengabaikan aturan, norma, hukum, etika, dan kepatutan.
Contoh sederhana. Ketika ada anak "melik" es krim, ia bisa melakukan tindakan apapun demi mendapatkannya. Mungkin menipu, atau mencuri. Anak ini tidak berpikir tentang risiko dan konsekuensi akibat perbuatannya.
Ia hanya berpikir bisa mendapatkan es krim yang sangat ingin dinikmati. Sudah lama ia ingin mencicipi es krim. Selama ini ia hanya bisa menelan ludah saat teman-temannya menikmati es krim. Ia tidak memiliki cukup uang jajan untuk membeli, hingga nekat mencuri es krim di warung sekolah.
Demikian pula, ketika ada seseorang "melik" terhadap mobil, ia akan melakukan cara apapun agar bisa mendapatkan mobil impian. Mungkin merampas, atau melakukan penipuan, seperti sangat banyak kejadian yang kita bahas di awal tulisan.
Pun ketika seseorang melik terhadap jabatan, ia rela melakukan cara apapun. Walaupun tidak patut, walaupun tidak etis, walaupun tidak terhormat. Ia bisa melakukan perbuatan jahat, tindakan melawan hukum, serta tindakan tak terpuji demi melicinkan jalan menuju jabatan yang diinginkan.
Ketika seseorang melik terhadap kekuasaan, ia tega melanggar aturan, hukum, undang-undang, etika dan norma. Seseorang bisa menggunakan kewenangan yang dimiliki, guna melanggengkan kekuasaannya. Seorang pejabat bisa mengeluarkan keputusan yang berpihak kepada diri, keluarga dan kroninya.
Orang-orang rakus kekuasaan dan jabatan seperti ini, tidak peduli dengan etika, tidak peduli dengan norma, tak peduli dengan hukum dan peraturan. Bahkan tak malu mempertontonkan ketidakpatutan di hadapan ratusan juta masyarakat yang seharusnya dilindungi dan dibela.
Melik membuat seseorang "rai gedeg" alias tebal muka. Tak punya rasa malu. Tak punya harga diri. Tak menyadari bahwa tindakan mereka akan menghancurkan mereka sehancur-hancurnya.