Sebagian orang menikah karena dorongan syahwat atau instink semata-mata. Seperti mengikuti dorongan naluri (basic instink) untuk mendapatkan penyaluran.
Lelaki bertemu perempuan, berinteraksi secara bebas, mencoba-coba, melakukan semua kesenangan tanpa peduli aturan agama, kemudian meneruskan ke jenjang pernikahan.Â
Menikah hanya untuk melegalkan dorongan syahwat semata-mata. Ini motivasi yang lemah, tidak bisa menjadi pondasi untuk kehidupan berumah tangga.
Syahwat tidak mengenal kepuasan. Sebanyak apapun orang melampiaskan syahwatnya, yang didapatkan justru dahaga dan lapar yang menuntut pemuasan lebih dan lebih.
Maka pernikahan yang dibangun semata-mata karena syahwat, tidak akan mendapatkan sakinah, karena syahwat selalu menghendaki untuk mendapatkan pemuasan tanpa ada akhir dan batasnya.
- Terlanjur Cinta
Sebagian orang menikah dengan alasan karena sudah terlanjur saling jatuh cinta. Mereka berjanji sehidup semati. Mereka saling tergila-gila satu dengan yang lainnya.
Merasa tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain, dan akhirnya memutuskan untuk menikah karena tengah dimabuk cinta. Motivasi jatuh cinta ini sangat sementara, karena setiap yang jatuh akan ada masa bangunnya.
Suasana jatuh cinta telah membuat ketertipuan. Seakan-akan lelaki dan perempuan yang tengah jatuh cinta adalah sang pangeran dan putri yang akan bisa mendapatkan kebahagiaan hidup selama-lamanya.
Padahal episode jatuh cinta akan berakhir, dan mereka akan menapaki kehidupan yang sesungguhnya dan apa adanya. Di saat itulah semua akan menjadi normal, dan saling kecewa satu dengan yang lainnya.
- Motif Ekonomi
Ada lelaki yang menikahi janda kaya dengan harapan bisa ikut menikmati kekayaannya. Ada perempuan menikah dengan lelaki kaya dengan harapan terbantu ekonominya.
Jika menikah dengan motif ekonomi seperti itu, akan sangat bergantung kondisinya dengan fluktuasi kemampuan dan manajemen keuangan pasangan. Jika kondisi keuangan pasangan tidak seperti yang diharapkan, cinta dan kesetiaannya akan bisa hilang pula.