"Kenapa saya menulis buku ini? Karena saya ingin menghangatkan kembali cinta ibu di hati pembaca", ungkap Asma Nadia saat rilis novel "Cinta di Ujung Sajadah" (2008).
Novel best seller tersebut berkisah tentang Cinta, seorang gadis piatu yang tak pernah mengenal wajah ibunya. Ayah Cinta telah melenyapkan setiap jejak ibu. Cinta menjadi kehilangan sosok dan kasih sayang ibu.
Saat Ayah menikah dengan Mama Alia dengan membawa dua saudara tiri, Cinta semakin tersisih. Hingga takdir mempertemukan Cinta dengan Makky Matahari Muhammad, seorang pemuda yang humoris namun santun.
Cinta terkesan dengan Makky. Bukan saja karena salam lembut yang diucapkan Makky saat pertama bertemu. Tetapi karena kehadirannya telah membawa harapan dalam hidup Cinta.
Sayang sekali, ide judul novel nan indah ini diangkat menjadi judul sebuah film, "Air Mata di Ujung Sajadah" (2023). Seakan membonceng ketenaran novel laris tersebut, sehingga mengesankan film diangkat dari novel Asma Nadia. Padahal bukan.
Asma Nadia melalui kuasa hukumnya, Ana Sofa Yuking sangat menyayangkan hadirnya film ini, karena terdappat dugaan pelanggaran hak cipta mengenai substansi judul film Air Mata di Ujung Sajadah.
Pihak Asma Nadia masih membuka ruang diskusi dengan Beehave Pictures dan MBK Production selaku rumah produksi film yang dibintangi oleh Fedi Nuril dan Titi Kamal itu. "Kita ingin klarifikasi dari pembuat film. Kalau mereka sadar ada kesamaan substansial dengan klien kami, mari kita duduk bersama," tutur Ana Sofa Yuking dalam konferensi pers, Senin (16/10/2023).
Selain adanya dugaan pelanggaran hak cipta, Asma Nadia mengaku merasa dirugikan dengan adanya film berjudul Air Mata di Ujung Sajadah. Menurutnya, hal itu memperkecil peluang novel Cinta di Ujung Sajadah diadaptasi menjadi sebuah film.
"Saya pribadi merasa sangat dirugikan atas peristiwa ini. Sebab, novel Cinta di Ujung Sajadah, yang sebelumnya sangat diminati oleh berbagai produser, akan menjadi sulit untuk difilmkan, mengingat sudah ada film dengan judul yang sangat serupa," kata Asma Nadia.
Asma Nadia telah melakukan komunikasi dengan produser film Air Mata di Ujung Sajadah pada Juli 2023 lalu. Saat itu pihak produser justru meminta Asma Nadia untuk mendaftarkan judul bukunya ke Pusbang.
"Jika produser menganggap berhak mengambil judul apa saja yang tidak ada di Pusbang, maka semua penulis harus siap kehilangan hak mereka atas judul, sinopsis, dan lainnya," ujar Asma Nadia.
Tindakan Asma Nadia menjadi salah satu bentuk perjuangan penulis. Jika pihak produser film bisa leluasa membonceng ketenaran sebuah novel --walau hanya mengambil satu frasa judul, maka para penulis benar-benar bisa terancam. Hak-hak mereka tidak terlindungi.
Kasus ini tidak bisa semata-mata dilihat dari kaca mata hukum legal formal. Namun sangat banyak terkait dengan aspek moral.
Dalam bisnis --apapun itu, hendaknya tidak semata-mata mengejar keuntungan. Semestinyalah menimbang sisi keberkahan. Adakah pihak yang dirugikan? Jika merugikan pihak lain, bagaimana akan mendatangkan keberkahan?
Ini bukan hanya persoalan pribadi seorang Asma Nadia. Ini menyangkut nasib sangat banyak penulis di Indonesia.
Sumber Berita
CNN Indonesia, Air Mata Di Ujung Sajadah Terancam Digugat Soal Pelanggaran Hak Cipta, https://www.cnnindonesia.com, 17 Oktober 2023
Ferry Noviandi & Adiyoga Priyambodo, Somasi Tak Ditanggapi, Asma Nadia Siap Gugat Produser Film Air Mata di Ujung Sajadah, https://www.suara.com, 17 Oktober 2023
Kompas TV, Merasa Dirugikan, Penulis Asma Nadia Ancam Gugat Judul Film Air Mata di Ujung Sajadah, https://www.kompas.tv, 17 Oktober 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H