"I began to think that I had made a terrible decision in marrying someone who refused to talk to me and understand my needs. He didn't seem to care how I felt, which left me so broken" (Robina Kauser, 2023).
Salah satu penyebab munculnya rasa lelah dan jenuh dalam menjalani kehidupan pernikahan adalah keinginan untuk mengubah pasangan sesuai keinginan dirinya. Lama menunggu pasangan berubah, dan ternyata tidak pernah berubah.
John Gray dalam bukunya Mars Venus bahkan menyebutkan bahwa usaha mengubah pasangan telah menyita sangat banyak perhatian dan tenaga yang melelahkan banyak orang. Mereka menghabiskan banyak waktu demi melihat perubahan pada pasangan.
Selain melelahkan, di titik tertentu, usaha mengubah pasangan bisa berubah menjadi keputusasaan. Menyerah kalah dan memilih berpisah. Bagaimana mengatasi kondisi seperti ini? Cobalah memulai dari diri sendiri.
Tapi, bagiamana cara memulai dari diri sendiri? Mari saya ajak Anda menyimak kisah Robina Kauser (2023) berikut ini. Anda akan menemukan bagaimana cara memulai dari diri sendiri bisa terjadi.
Saya kutip dengan perubahan redaksional seperlunya untuk memudahkan pemahaman. Simak kisahnya sampai selesai ya...
********
"Sometimes I felt as if I might as well have been speaking to a brick wall; often left feeling ignored, invisible and rejected" (Robina Kauser, 2023).
Aku jatuh cinta dengan lelaki idaman dan menikah dengannya atas restu keluarga. Namun, segera setelah menikah, kami mulai mengalami masalah. Tentu saja aku tidak bisa menceritakan semuanya di sini, tetapi salah satu yang terbesar adalah masalah komunikasi.
Aku mulai bertanya pada diri sendiri: mengapa suamiku menolak membicarakan hal-hal yang benar-benar penting? Mengapa hal-hal penting selalu tersimpan di bawah karpet saja? Mengapa dia tidak mendengarkan apa yang aku katakan dan mengerti bagaimana perasaanku?
Kadang-kadang aku merasa seolah-olah sedang berbicara dengan dinding bata. Sering merasa diabaikan, tidak dilihat dan tidak dibutuhkan. Kondisi ini mengakibatkan kami berdebat dengan hebat dan tidak bisa menghormati satu sama lain.
Seiring berjalannya waktu, hubungan kami sampai pada titik di mana kami mulai saling menjauh. Aku mulai merasa  telah membuat keputusan yang buruk menikah dengan seseorang yang menolak untuk berbicara denganku dan tidak pernah memahami kebutuhanku.
Dia sepertinya tidak peduli bagaimana perasaanku, yang membuatku sangat hancur. Sering kali, aku menangis sampai tertidur, merasa sangat tidak bahagia dan sendirian. Tapi aku belum menyerah. Aku bertekad untuk mencari solusi, berapa pun biayanya.
Mulai Mencari Solusi
"This resulted in a big argument, with him saying that there was nothing wrong with him and that I was the crazy one who should change. I painfully swallowed his words and continued with my search" (Robina Kauser, 2023).
Solusi pertama yang aku lakukan adalah menuntut suami, agar dia berubah. Karena dia memiliki masalah komunikasi yang besar, maka dia perlu mendapatkan bantuan dengan terapi. Jika dia tidak melakukan upaya itu, pernikahan kami akan berakhir.
Tuntutan ini menghasilkan pertengkaran besar. Dia mengatakan bahwa tidak ada yang salah dengan dirinya. Justru dia menganggap saya yang harus berubah. Dengan susah payah, aku harus menerima kepahitan kata-katanya dan melanjutkan usahaku menemukan solusi.
Solusi kedua yang ingin aku lakukan adalah mencari bantuan kepada keluarga suami. Tetapi banyak orang menasehati, jangan pernah berbagi masalah dengan mertua, sehingga aku tidak bisa mencurahkan isi hati kepada mertua.
Aku merasa tidak ada keluarga suami yang peduli dengan apa yang aku katakan. Semua perkataanku hanya masuk telinga kanan dan keluar di telinga kiri. Tak ada gunanya bicara dengan mereka.
Solusi ketiga yang aku tempuh adalah menghubungi teman dan keluargaku sendiri. Aku mulai sedikit berharap atas usaha ini. Aku mendapat banyak saran dan tips dari keluargaku, tentang bagaimana membuat suami mendengarkan --mulai dari memasak makanan favoritnya, berbicara dengan baik dan menjadi lebih sabar.
Aku telah mengikuti saran mereka dan mempraktikkan semuanya. Sayangnya, semua tindakanku tidak pernah mengubah suami.
Tak Berhenti Mencari SolusiÂ
"My efforts however still seem to fall in vain. There was still no change in my marriage, and the arguments and frustration continued to grow and explode. How can this be I wondered? Surely Allah could see how hard I was trying. Surely, He must be pleased with all my efforts?" (Robina Kauser, 2023).
Solusi berikutnya, aku mengalihkan pencarian ke dunia online. Aku mencari pendapat ahli relationship, buku-buku motivasi, dan teori-teori untuk menemukan rahasia kebahagiaan pernikahan. Google dan Amazon menjadi sahabatku.
Aku menemukan banyak informasi yang menawarkan saran, nasehat, dan teknik praktis mengajak bicara suami dan cara memperbaiki diri sendiri. Namun mempraktikkan semua saran ini tidaklah mudah dan ujungnya tidak membawa perubahan apapun pada suami.
Sekarang aku merasa semakin lemah. Sebenarnya aku yakin, pasti ada sesuatu solusi yang akan berhasil. Saat itulah aku memutuskan untuk menjadi seorang Muslimah yang lebih baik.
Aku mulai menyibukkan diri dengan shalat lima waktu, dzikir, bangun di tengah malam untuk shalat malam dan menghafal Al-Qur'an. Aku berusaha semaksimal mungkin memperbaiki hubunganku dengan Allah.
Segera setelah itu aku mulai merasa terhubung secara spiritual dengan Allah Yang Maha Kasih, dan rasanya luar biasa. Aku memohon kepada Allah untuk mengubah suami saya dan menjadikannya seorang Muslim yang lebih baik. Aku berdoa dan terus berdoa, berharap keajaiban dari Yang Maha Kuasa.
Ini berlangsung dalam waktu cukup lama. Aku mulai menemukan diriku meletakkan semua keyakinan dan harapan hanya kepada Ilahi Rabbi, yang tidak akan pernah meninggalkanku. Aku mulai merasakan ketenangan.
Namun usahaku sepertinya belum menemukan titik terangnya. Masih belum ada perubahan nyata dalam kehidupan pernikahanku. Pertengkaran dan rasa frustrasi masih terus terjadi.
Bagaimana ini bisa tarjadi? Aku selalu bertanya-tanya dalam hati. Tentunya Allah Maha Melihat betapa kerasnya aku berusaha. Bukankah Dia senang dengan semua usaha yang sudah aku lakukan? Mengapa tidak juga datang keajaiban?
Pada titik inilah aku merasa benar-benar jatuh dalam keputusasaan. Aku merasa telah melakukan semua yang dapat aku lakukan, tetapi tidak ada yang berhasil. Aku benar-benar kalah dalam usaha untuk membuat suami mau mendengarkan dan ikut berusaha menyelamatkan pernikahan.
Momen Pencerahan
"The way that I had been thinking before was that it was my husband's behaviour that had been making me upset, angry and frustrated and only if he changed his behaviour then I would give myself permission to feel happy. What a trap!" (Robina Kauser, 2023).
Aku merasa tidak berdaya, lelah dan tertekan. Akhirnya aku mulai menerima kenyataan bahwa pernikahanku telah berakhir, dan sedang menuju jalan perceraian. Di saat seperti itulah keajaiban datang.
Keajaiban itu berupa momen wawasan yang mencengangkan. Aku menyadari bahwa selama ini aku terjebak dalam perangkap. Aku terjebak dalam pemikiran, "Aku akan bahagia saat...." Inilah jebakan itu.
Selama ini aku percaya bahwa aku hanya akan bahagia ketika suamiku memberikan perhatian dan betah mendengarkan omonganku. Aku meyakini bahwa aku hanya akan bahagia ketika suamiku mengambil tanggung jawab dalam pernikahan.
Selama ini aku menunggu suami melakukan sesuatu agar aku bisa merasa bahagia. Misalnya, jika saja dia melakukan lebih banyak pekerjaan rumah tangga, maka aku akan merasa bahagia. Kalau saja dia lebih betah mendengarkan, maka aku akan merasa bahagia. Kalau saja dia berhenti mengabaikanku, maka aku akan merasa bahagia.
Jadi selama ini aku selalu menunggu, menunggu, dan menunggu suamiku berubah sesuai keinginanku, agar merasa bahagia. Aku terjebak dalam cara pandang seperti ini, selalu menunggu suamiku berubah dan menunggu kebahagiaan datang.
Cara pandangku sebelumnya adalah, bahwa perilaku suami telah membuat aku kesal, marah dan frustrasi, dan hanya dengan cara dia mengubah perilakunya maka aku akan merasa bahagia. Benar-benar sebuah jebakan yang melelahkan.
Aku mulai melihat bahwa sikap dan perbuatan suami tidak memiliki kekuatan untuk memengaruhiku dengan cara apa pun. Aku menyadari bahwa kebahagiaanku tidak akan pernah datang dari suamiku, seperti yang telah aku yakini selama ini. Aku bisa bahagia sekarang. Episode "menunggu perubahan suami" telah berakhir.
Jalan Keluar yang Membahagiakan
"I was no longer was suffering, screaming like a crazy person to be heard, and the constant blazing rows also came to an end. For the first time in years, my husband started to be attentive and listen to me more" (Robina Kauser, 2023).
Sebagai seorang Muslimah aku sudah tahu dari dulu, bahwa tidak ada yang bisa memberi kebahagiaan kecuali Allah. Tetapi perbedaannya, sekarang terbangun kesadaran untuk melihat kebenaran ini pada tingkat yang sangat dalam.
Aku merasa sangat beruntung, mendapatkan limpahan berkah dan rahmat Allah, sehingga aku menangis bahagia berhari-hari. Aku merasakan kegembiraan, kepuasan, ketenangan, dan kebahagiaan tanpa harus menunggu suami berubah seperti yang aku harapkan selama ini.
Siapa yang mengira itu bisa terjadi dengan wawasan sederhana? Wawasan yang tidak hanya mengubah pernikahanku tetapi juga mengubah hidupku dengan cara yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.
Aku tidak lagi frustrasi, tidak menderita, tidak berteriak-teriak seperti orang dengan gangguan jiwa. Untuk pertama kalinya selama bertahun-tahun, suamiku mulai lebih perhatian dan mendengarkan pembicaraanku.
Kami mulai dapat melakukan percakapan yang bermakna dengan cara yang damai dan penuh kasih. Dia mulai mengambil lebih banyak tanggung jawab, menunjukkan lebih banyak rasa hormat dan mulai menjadi perhatian baginya bagaimana perasaan dan keadaanku.
Perubahan dalam pernikahan kami telah mengubah kehidupanku. Kami tidak bercerai, justru melanggengkan pernikahan dengan damai dan bahagia. Alhamdulillah.
******
Perhatikan bagaimana Robina Kauser berdamai dengan dirinya sendiri. Memulai dari perubahan dirinya sendiri. Ia menjadi berbuat, tanpa perlu menunggu sesuatu. Ia telah menemukan jalannya.
Begitulah yang semestinya kita lakukan. Bukan menuntut dan menunggu pasangan berubah.
Bahan Bacaan
Robina Kauser, How I Saved My Marriage Without Waiting For My Husband To Change? 3 Januari 2023, https://themuslimvibe.comÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H