Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bahagia Menjalani Pernikahan, Tanpa Menunggu Perubahan Pasangan

19 Agustus 2023   14:31 Diperbarui: 19 Agustus 2023   14:34 2584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.psychologytoday.com 

"The way that I had been thinking before was that it was my husband's behaviour that had been making me upset, angry and frustrated and only if he changed his behaviour then I would give myself permission to feel happy. What a trap!" (Robina Kauser, 2023).

Aku merasa tidak berdaya, lelah dan tertekan. Akhirnya aku mulai menerima kenyataan bahwa pernikahanku telah berakhir, dan sedang menuju jalan perceraian. Di saat seperti itulah keajaiban datang.

Keajaiban itu berupa momen wawasan yang mencengangkan. Aku menyadari bahwa selama ini aku terjebak dalam perangkap. Aku terjebak dalam pemikiran, "Aku akan bahagia saat...." Inilah jebakan itu.

Selama ini aku percaya bahwa aku hanya akan bahagia ketika suamiku memberikan perhatian dan betah mendengarkan omonganku. Aku meyakini bahwa aku hanya akan bahagia ketika suamiku mengambil tanggung jawab dalam pernikahan.

Selama ini aku menunggu suami melakukan sesuatu agar aku bisa merasa bahagia. Misalnya, jika saja dia melakukan lebih banyak pekerjaan rumah tangga, maka aku akan merasa bahagia. Kalau saja dia lebih betah mendengarkan, maka aku akan merasa bahagia. Kalau saja dia berhenti mengabaikanku, maka aku akan merasa bahagia.

Jadi selama ini aku selalu menunggu, menunggu, dan menunggu suamiku berubah sesuai keinginanku, agar merasa bahagia. Aku terjebak dalam cara pandang seperti ini, selalu menunggu suamiku berubah dan menunggu kebahagiaan datang.

Cara pandangku sebelumnya adalah, bahwa perilaku suami telah membuat aku kesal, marah dan frustrasi, dan hanya dengan cara dia mengubah perilakunya maka aku akan merasa bahagia. Benar-benar sebuah jebakan yang melelahkan.

Aku mulai melihat bahwa sikap dan perbuatan suami tidak memiliki kekuatan untuk memengaruhiku dengan cara apa pun. Aku menyadari bahwa kebahagiaanku tidak akan pernah datang dari suamiku, seperti yang telah aku yakini selama ini. Aku bisa bahagia sekarang. Episode "menunggu perubahan suami" telah berakhir.

Jalan Keluar yang Membahagiakan

"I was no longer was suffering, screaming like a crazy person to be heard, and the constant blazing rows also came to an end. For the first time in years, my husband started to be attentive and listen to me more" (Robina Kauser, 2023).

Sebagai seorang Muslimah aku sudah tahu dari dulu, bahwa tidak ada yang bisa memberi kebahagiaan kecuali Allah. Tetapi perbedaannya, sekarang terbangun kesadaran untuk melihat kebenaran ini pada tingkat yang sangat dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun