Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

5 Tahun Pertama Pernikahan yang Sangat Rawan

3 Agustus 2023   06:30 Diperbarui: 3 Agustus 2023   06:32 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.getquranic.com/

Jika Anda menghadiri enam pernikahan, kemungkinan besar dua pasang pengantin akan berakhir dengan perceraian, cepat atau lambat (Taha Ghayyur, 2010). Pernyataan ini berdasarkan survei di Amerika Utara, terhadap 405 responden laki-laki dan perempuan.

Studi yang dilakukan oleh Sound Vision pada tahun 2009 hingga 2010 tersebut memberikan hasil yang tetap relevan sampai sekarang. Termasuk di Indonesia. Ada banyak perceraian bisa dicegah jika kita cermati hasil-hasil penelitian ini.

Lima Tahun Pertama: Paling Rawan

Salah satu hasil studi yang masih relevan hingga sekarang adalah fakta bahwa lima tahun pertama dalam pernikahan adalah waktu paling kritis. Studi menunjukkan, lebih dari 30% perceraian terjadi pada usia pernikahan dua sampai lima tahun.

Sekitar 25% pernikahan hanya bertahan kurang dari satu tahun. Sedangkan perceraian pada pasangan yang sudah menjalani pernikahan 21 hingga 40 tahun, angkanya paling kecil yaitu 6%.

"The fact that majority of divorces occurred within the first five years of marriage clearly illustrates the need for spouses to work harder to protect, strengthen, and nurture their relationship. It is in these initial years that most of the challenges that shake the foundation of a marriage arise" (Taha Ghayyur, 2010).

Kondisi yang sama terjadi di Indonesia. Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A menyatakan, lebih dari 80% perceraian di Indonesia terjadipada usia pernikahan di bawah 5 tahun.

Fakta bahwa mayoritas perceraian terjadi dalam lima tahun pertama pernikahan dengan jelas menggambarkan perlunya pasangan bekerja lebih keras untuk melindungi, memperkuat, dan memelihara hubungan mereka. Di tahun-tahun awal inilah sebagian besar tantangan yang menggoyahkan fondasi sebuah pernikahan muncul (Taha Ghayyur, 2010).

Untuk itu, pasangan pengantin baru harus mendapatkan edukasi yang memadai, baik dari keluarga, pemuka agama, konselor, psikolog maupun Pemerintah. Di Indonesia, Kursus Calon Pengantin banyak yang tidak berjalan. Banyak pasangan pengantin menikah tanpa persiapan. Ditambah lagi, setelah menikah tidak ada bimbingan dan penyuluhan untuk keharmonisan keluarga.

Lebih Banyak Perempuan Menggugat Cerai

Fakta berikutnya, 64,32% perceraian adalah dari gugat cerai istri. Kurang dari 30% yang berupa talak dari suami. Angka ini lebih rendah dari data di Indonesia tahun 2022.

Mayoritas kasus perceraian di Indonesia pada tahun 2022 merupakan cerai gugat, yaitu gugatan cerai yang diajukan pihak istri. Jumlahnya sebanyak 388.358 kasus atau 75,21% dari total kasus perceraian. Sedangkan perceraian karena talak, dimana permohonan cerai diajukan oleh pihak suami, sebanyak 127.986 kasus atau 24,78%.

"About two-thirds of the participants initiated the divorce themselves, versus the one-third whose spouses started the process. More Muslim women are making crucial decisions involving marriage and divorce on their own" (Taha Ghayyur, 2010).

Fakta bahwa perceraian lebih banyak diajukan pihak istri, bisa dikaitkan dengan teori kepuasan pernikahan. Kaum perempuan lebih banyak merasakan ketidakpuasan dalam pernikahan dibandingkan dengan laki-laki. Untuk itu diperlukan kondisi saling mengerti, saling menghargai, saling menghormati, saling mencintai dan menyayangi.

Pada satu sisi, fakta ini menunjukkan semakin banyak muslimah berani membuat keputusan penting untuk kehidupan mereka. Namun di sisi lain, terutama di Indonesia, ada perceraian syar'i yang dilakukan suami di rumah, namun tidak diproses di Pengadilan Agama. Akhirnya perempuan yang statusnya sudah dicerai suami ini mengajukan gugat cerai di Pengadilan Agama, untuk mendapatkan legalitas status perceraian mereka.

Bahan Bacaan

Cindy Mutia Annur, Kasus Perceraian di Indonesia Melonjak Lagi pada 2022, Tertinggi dalam Enam Tahun Terakhir, https://databoks.katadata.co.id, 1 Maret 2023

Kemenag RI, Dirjen Bimas Islam: 80 Persen Perceraian Pada Usia Perkawinan di Bawah 5 Tahun, https://kemenag.go.id, 9 Agustus 2011

Taha Ghayyur, Divorce in the Muslim Community: 2010 Survey Analysis, https://www.soundvision.com, 22 Juli 2010

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun