Pertanyaan
Assalamu'alaykum Pak Cah, ijin bertanya. Bagaimana cara menjaga prasangka baik terhadap pasangan yg saya sendiri tdk tahu detail (beberapa hanya tahu gambaran umum) kesehariannya berinteraksi dgn siapa, isi hp nya, dll? Sedangkan utk saling mengupdate kegiatan harian masing2 sudah sulit mencari waktunya karna pasangan sibuk. Jazakallahu khayran (Fulan - Biman Foundation, Jakarta).
Jawaban
Pertama, harus selalu kita ingat bahwa berprasangka baik atau husnuzhan adalah perintah Allah dan RasulNya. Dalam Al-Qur'an Allah telah berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berburuk sangka (curiga), karena sebagian dari berburuk sangka itu dosa" (QS. Al-Hujurat : 12).
Dalam banyak hadits, Rasulullah saw mengarahkan umatnya agar selalu berprasangka baik. Beliau saw bersabda,
"Hati-hatilah kalian terhadap prasangka (buruk) karena prasangka (buruk) adalah perkataan yang paling dusta" (HR. Muslim).
Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya' Ulumiddin menjelaskan, "Ketahuilah, buruk sangka diharamkan sebagaimana buruk perkataan. Sebagaimana diharamkan menceritakan keburukan orang lain dengan lisanmu, kamu juga tidak boleh menceritakan dirimu dan berburuk sangka kepada saudaramu. Yang saya maksud tidak lain adalah keyakinan dan kemantapan hati atas keburukan orang lain."
Kedua, jika ada gejala, tanda, bukti dan fakta yang jelas, mengembangkan prasangka tidaklah terlarang. Ayat di atas justru menunjukkan bahwa tidak semua prasangka dilarang. Jika suatu prasangka didasari bukti atau fakta, maka tidak termasuk 'sebagian prasangka' yang dilarang.
Ketika menjelaskan makna surat Al-Hujurat ayat 12 di atas, Syaikh As-Sa'di dalam kitab Taisir Karimirrahman menyatakan, "Allah melarang sebagian besar prasangka terhadap sesama orang beriman, karena 'sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa'. Yaitu prasangka yang tidak sesuai dengan fakta dan bukti-bukti".
Senada dengan itu, Syaikh Abdul Aziz bin Baz menyatakan,
"Maka yang menjadi kewajiban seorang muslim adalah hendaknya tidak berprasangka buruk kepada saudaranya sesama muslim kecuali dengan bukti. Tidak boleh meragukan kebaikan saudaranya atau berprasangka buruk kepada saudaranya kecuali jika ia melihat pertanda-pertanda yang menguatkan prasangka buruk tersebut. Jika demikian maka tidak mengapa".
Syaikh Bin Baz juga menyatakan,
"Bagi setiap muslim lelaki atau perempuan, wajib untuk menjauhi prasangka buruk. Kecuali ada sebab-sebab yang jelas (yang menunjukkan keburukan tersebut). Jika tidak ada, maka wajib meninggalkan prasangka buruk. Tidak boleh berprasangka buruk kepada istri, kepada suami, kepada anak, kepada saudara suami, kepada ayahnya atau kepada saudara muslim yang lain. Dan wajib berprasangka baik kepada Allah, serta kepada sesama saudara muslim. Kecuali jika ada sebab-sebab yang jelas yang membuktikan tuduhannya".
Prasangka kepada pasangan yang didasari oleh bukti dan fakta, atau sebab-sebab yang menguatkan tuduhan itu, maka dibolehkan. Misalnya seorang istri menjumpai suaminya pulang malam dalam keadaan sempoyongan, tidak bisa berbicara dengan jelas, muncul aroma alkohol dari tubuhnya, maka patut diduga bahwa ia tengah mabuk.
Contoh lainnya, seorang suami menjumpai di HP istrinya terdapat chating mesra dengan seorang lelaki, dalam kurun waktu berbulan-bulan. Chating tersebut menggunakan istilah dan sebutan mesra layaknya suami istri. Maka patut diduga telah terjadi hubungan khusus antara si istri dengan lelaki tersebut, meskipun tidak diketahui aktivitas fisik mereka berdua.
Ketiga, hendaknya suami istri menyempatkan waktu untuk selalu berkomunikasi setiap hari. Jangan sampai kesibukan dijadikan alasan untuk tidak saling membangun kedekatan dan kepercayaan.
Nabi saw memberikan contoh, selalu berkomunikasi dan membangun percakapan dengan istri setiap hari. Bahkan dalam kondisi kesibukan yang sangat padat, beliau tetap menyempatkan mengobrol dengan istri di malam hari, sebelum tidur malam.
Ibnu Abbas ra menceritakan pengalamannya ketika ia menginap di rumah bibinya, Maimunah --salah satu istri Nabi saw. Seusai shalat Isya dari masjid, Nabi saw pulang ke rumah Maimunah, dan mengerjakan shalat sunnah 4 rakaat. Kemudian beliau berbincang-bincang dengan istrinya.
"Suatu malam aku menginap di rumah bibiku Maimunah (istri Nabi saw). Rasulullah saw berbincang-bincang dengan istrinya (Maimunah) beberapa saat kemudian beliau tidur" (HR. Bukhari no. 117, 4569, dan Muslim no. 763).
Keempat, kuatkan engagement dan keterikatan antar anggota keluarga. Miliki kesepakatan bersama pasangan untuk selalu berkabar ketika sedang terpisah. Sangat baik jika  memiliki grup chating keluarga inti, yang membuat semua anggota keluarga bisa saling bertukar kabar setiap saat.
Grup chating seperti ini memberi sangat banyak manfaat kepada suami, istri dan anak-anak. Mereka menjadi saling menyambung, saling terhubung, dan dengan cara itu akan bisa saling menjaga dan saling memberikan bantuan yang diperlukan.
Ramaikan grup chating keluarga dengan postingan ilmu serta tausiyah bermanfaat, juga dengan "laporan" kegiatan masing-masing. Misalnya, share foto kegiatan, sehingga semua anggota keluarga mengetahui keberadaan serta keadaan satu dengan yang lain. Ini adalah salah satu cara untuk saling menjaga dan menguatkan dalam kebaikan serta ketaatan.
Semoga dengan cara itu suami, istri dan anak-anak akan selalu terjaga ikatannya, terjaga kekompakannya, terjaga kebaikan dan kehangatannya.
Bahan Bacaan
Alhafiz Kurniawan, Hukum Berburuk Sangka dalam Hati, https://islam.nu.or.id, 5 November 2021
Yulian Purnama, Prasangka Buruk Yang Dibolehkan, https://muslim.or.id, 1 Februari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H