Senada dengan itu, Syaikh Abdul Aziz bin Baz menyatakan,
"Maka yang menjadi kewajiban seorang muslim adalah hendaknya tidak berprasangka buruk kepada saudaranya sesama muslim kecuali dengan bukti. Tidak boleh meragukan kebaikan saudaranya atau berprasangka buruk kepada saudaranya kecuali jika ia melihat pertanda-pertanda yang menguatkan prasangka buruk tersebut. Jika demikian maka tidak mengapa".
Syaikh Bin Baz juga menyatakan,
"Bagi setiap muslim lelaki atau perempuan, wajib untuk menjauhi prasangka buruk. Kecuali ada sebab-sebab yang jelas (yang menunjukkan keburukan tersebut). Jika tidak ada, maka wajib meninggalkan prasangka buruk. Tidak boleh berprasangka buruk kepada istri, kepada suami, kepada anak, kepada saudara suami, kepada ayahnya atau kepada saudara muslim yang lain. Dan wajib berprasangka baik kepada Allah, serta kepada sesama saudara muslim. Kecuali jika ada sebab-sebab yang jelas yang membuktikan tuduhannya".
Prasangka kepada pasangan yang didasari oleh bukti dan fakta, atau sebab-sebab yang menguatkan tuduhan itu, maka dibolehkan. Misalnya seorang istri menjumpai suaminya pulang malam dalam keadaan sempoyongan, tidak bisa berbicara dengan jelas, muncul aroma alkohol dari tubuhnya, maka patut diduga bahwa ia tengah mabuk.
Contoh lainnya, seorang suami menjumpai di HP istrinya terdapat chating mesra dengan seorang lelaki, dalam kurun waktu berbulan-bulan. Chating tersebut menggunakan istilah dan sebutan mesra layaknya suami istri. Maka patut diduga telah terjadi hubungan khusus antara si istri dengan lelaki tersebut, meskipun tidak diketahui aktivitas fisik mereka berdua.
Ketiga, hendaknya suami istri menyempatkan waktu untuk selalu berkomunikasi setiap hari. Jangan sampai kesibukan dijadikan alasan untuk tidak saling membangun kedekatan dan kepercayaan.
Nabi saw memberikan contoh, selalu berkomunikasi dan membangun percakapan dengan istri setiap hari. Bahkan dalam kondisi kesibukan yang sangat padat, beliau tetap menyempatkan mengobrol dengan istri di malam hari, sebelum tidur malam.
Ibnu Abbas ra menceritakan pengalamannya ketika ia menginap di rumah bibinya, Maimunah --salah satu istri Nabi saw. Seusai shalat Isya dari masjid, Nabi saw pulang ke rumah Maimunah, dan mengerjakan shalat sunnah 4 rakaat. Kemudian beliau berbincang-bincang dengan istrinya.
"Suatu malam aku menginap di rumah bibiku Maimunah (istri Nabi saw). Rasulullah saw berbincang-bincang dengan istrinya (Maimunah) beberapa saat kemudian beliau tidur" (HR. Bukhari no. 117, 4569, dan Muslim no. 763).
Keempat, kuatkan engagement dan keterikatan antar anggota keluarga. Miliki kesepakatan bersama pasangan untuk selalu berkabar ketika sedang terpisah. Sangat baik jika  memiliki grup chating keluarga inti, yang membuat semua anggota keluarga bisa saling bertukar kabar setiap saat.