"Para salaf terdahulu mereka tidak suka apabila beramar ma'ruf nahi munkar dengan terang-terangan, tetapi mereka lebih suka menasihati secara diam-diam karena ini merupakan ciri-ciri nasihat."
Apabila seseorang menutupi aib orang lain, Allah akan menutupi aibnya --di dunia maupun di akhirat. Rasulullah saw bersabda,
"Barangsiapa melepaskan kesusahan seorang muslim dari kesusahan dunia, Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa menutupi aib seorang, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Barangsiapa memudahkan orang yang susah, Allah akan mudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya" (HR. Muslim no. 2699, At-Tirmidzi no. 2945, Ibnu Majah no. 225, Abu Dawud no. 1455, Ahmad no. 7427).
Arahan Nabi saw sangat jelas. Jangan membuka aib orang lain. Orangtua harus berusaha menjaga aib anak, dan tidak mengumbar kepada orang lain. Membuka aib anak akan membuat anak menjadi malu dan minder.
Dalam jangka panjang, anak menjadi tertekan. Perilaku orang tua yang senang mengumbar aib anak sangat kontradiktif dengan proses pareting. Apalagi ketika perbuatan itu dilakukan di depan anak-anaknya. Mereka merasa dipermalukan di depan teman-teman atau saudara-saudaranya.
Bisa jadi, anak-anak dengan perilaku nakal, suka membantah orang tua, dan memberontak, muncul karena sebab kebiasaan ini. Hendaknya orangtua pandai menyimpan dan menutup aib anak-anak.
Nasehati di kala sendiri. Jangan menasehati di tengah keramaian atau di hadapan orang banyak. Rawat perasaan dan kehormatan anak-anak Anda. Jangan melukainya.
Bahan Bacaan
Jasim Muhammad Al-Muthawwi, 'Isyruna Khatha-an Tarbawiyan Nartakibuha Ma'a Abna-ina, diakses dari https://midad.com/article/221672, 26 Februari 2016
Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Koreksi Kesalahan Mendidik Anak, Nabawi Publishing, 2011
Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Prophetic Parenting, Cara Nabi Mendidik Anak, Pro-U Media, 2010